JAKARTA,TM.ID: Pemerintah resmi bakal menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia menjadi 12% di 2025 mendatang. Kebijakan kenaikan pajak ini pun menuai pro-kontra dari berbagai pihak.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terkait rencana untuk menaikkan PPN menjadi 12%. Pasalnya, tarif PPN Indonesia sebesar 11 persen sudah yang tertinggi nomor dua di Asia Tenggara (ASEAN).
Ia menilai, tarif PPN tertinggi di ASEAN adalah Filipina sebesar 12%, Indonesia 11%, Malaysia dan Kamboja, dan Vietnam masing-masing 10%. Sementara Singapura, Laos, dan Thailand mencapai 7 %.
“Kalau tahun depan kita naik 12 persen, menjadi tertinggi di ASEAN,” ungkap Said dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (14/3/2024).
BACA JUGA: Pabriknya Baru Diresmikan Jokowi, Begini Kandungan Minyak Makan Merah
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 berpotensi membebani masyarakat hingga perekonomian negara.
Antara lain pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional 0,12 persen, konsumsi masyarakat akan turun 3,2 persen, hingga upah minimal akan anjlok.
“Pemerintah ini akan menghadapi banyak risiko ekonomi di tengah ketidakpastian global,” kata dia.
“untuk menaikkan perpajakan, tidak kreatif, bahkan akan berdampak luas membebani rakyat,” katanya.
Ia menyebut, Pemerintah seharusnya fokus melakukan pembenahan administrasi data perpajakan, memperluas wajib pajak, termasuk mendorong transformasi shadow economy masuk menjadi ekonomi formal agar bisa terjangkau pajak ketimbang menaikkan PPN menjadi 12 persen.
Hal ini sebagaimana amanat dari Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam rangka mendorong reformasi perpajakan secara menyeluruh.
“Kenapa hal-hal seperti tidak lebih di utamakan, ketimbang menaikkan PPN,” tegas politisi PDIP itu.
(Dist)