BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Kebijakan larangan study tour oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus menuai gelombang penolakan. Koordinator Pergerakan Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB) Herdi Subarja, menyebut kebijakan itu sebagai “petir di siang bolong” bagi ribuan pelaku usaha wisata di Jabar.
Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA/2025 yang diterbitkan 6 Mei 2025, khususnya poin larangan sekolah melakukan kegiatan study tour ke luar wilayah Jawa Barat, dinilai telah memukul telak jantung ekonomi sektor pariwisata.
“Tuntutan kami hanya satu yaitu cabut dan hapuskan larangan study tour. Karena dampaknya sangat serius. Ribuan pelaku wisata kini terancam kehilangan mata pencaharian,” kata Herdi Subarja, Senin (21/7/2025).
Baca Juga:
Soal Dedi Mulyadi Larang Study Tour di Jabar, PHRI KBB: Kami Sangat Terpukul
Herdi menjelaskan, ada tiga elemen utama yang paling terpukul oleh kebijakan tersebut antara lain:
1. Usaha transportasi pariwisata
2. Agen perjalanan wisata dan perjalanan umum
3. UMKM sektor pariwisata – mulai dari kuliner, suvenir, hingga penyedia penginapan.
“Ancaman PHK sudah di depan mata. Beberapa hotel dan UMKM mulai melakukan layoff. Bahkan perusahaan transportasi pariwisata kini terancam kehilangan kendaraan karena tidak bisa bayar cicilan leasing,” tegas Herdi.
Herdi juga menyebut, setidaknya ada 8.000 pekerja formal dan sekitar 5.000 pekerja informal di sektor ini. Mereka adalah driver, helper, tour leader, hingga kru bus yang hidup dari orderan study tour sekolah. Saat tidak ada pesanan jalan, penghasilan mereka otomatis hilang.
Herdi juga menolak anggapan bahwa pelarangan study tour adalah solusi dari keluhan orang tua soal biaya mahal. Dirinya menilai, solusi seharusnya berupa pembenahan sistem, bukan pelarangan total.
“Kalau alasannya biaya mahal, ayo duduk bareng. Kita siap kasih masukan. Jangan dipukul rata dengan larangan sepihak,” ujarnya.
Herdi bahkan menyamakan segmen study tour sekolah di Jabar dengan wisatawan mancanegara di Bali. Menurutnya, study tour adalah pasar utama pariwisata Jabar, yang sejak lama jadi tulang punggung keberlangsungan industri ini.
“Coba buktikan, berapa persen wisatawan ke Jabar berasal dari segmen lain selain study tour? Ini realitas yang tidak bisa diabaikan,” ungkapnya
Herdi juga menyoroti inkonsistensi kebijakan. Meskipun disebutkan ada diskresi yang membolehkan kunjungan industri (KI) untuk SMK, serta study tour di dalam wilayah Jabar, hingga kini belum ada surat resmi yang dijadikan pegangan oleh pihak sekolah.
“Perangkat pendidikan bingung. Kepala sekolah takut. Mereka dibayangi ketakutan karena tidak ada dasar hukum tertulis yang kuat. Jadi diskresi itu sebatas lisan,” ujarnya.
Herdi mengingatkan, sejumlah pelaku wisata telah berinvestasi besar sejak awal tahun, namun kini justru kehilangan pemasukan akibat kebijakan ini. Ia meminta Gubernur Jabar segera membuka ruang dialog, dan tidak menutup mata terhadap jeritan ribuan pelaku usaha dan pekerja di lapangan.
“Kalau ini dibiarkan, bukan cuma perusahaan yang tutup. Ekonomi lokal juga ikut mati pelan-pelan,” pungkasnya. (Kyy/_Usk)