BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Menanggapi maraknya aksi penjarahan, cendekiawan Muslim Nahdlatul Ulama (NU), Prof. Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir, melalui unggahan di akun Facebook pribadinya pada Minggu (1/9/2025), memberikan penjelasan harta musuh yang diperoleh kaum Muslim tanpa adanya peperangan, misalnya karena musuh menyerah, melarikan diri dan meninggalkan harta, atau melalui perjanjian damai disebut sebagai fa’i. Harta fa’i tidak dibagikan kepada pasukan, melainkan masuk ke baitul mal dan digunakan untuk kepentingan umum, bukan individu.
Adapun ghanimah hanya berlaku dalam konteks perang syar‘i melawan musuh dan pembagiannya dilakukan oleh otoritas yang sah. Sedangkan penjarahan yang dilakukan terhadap sesama warga tidak dapat dianggap sebagai rampasan perang.
Jadi bagaimana?
Kitab Fatḥ al-Bārī (Beirut: Dār al-Ma‘rifah, cet. 1379 H), Juz 12 hlm. 84–85 menjelaskan:
قوله (عن النَّهْبَةِ)
النَّهْبَةُ: أَخْذُ المالِ جَهْرًا بغيرِ إذنٍ، وهو حرامٌ بإجماعِ المسلمين.
قال ابن عبد البر: النَّهْبَةُ عند جميع العلماء لا تجوز، قليلاً كان أو كثيرًا. وقال النووي: وأجمعوا على أن النَّهْبَةَ من الكبائر
Sabda Nabi ‘larangan dari nahbah’: nahbah adalah mengambil harta secara terang-terangan tanpa izin. Hukumnya haram berdasarkan ijma‘ kaum Muslimin.”
Ibn ‘Abd al-Barr berkata: “Nahbah menurut seluruh ulama tidak boleh, baik sedikit maupun banyak.” Imam al-Nawawī berkata: “Mereka sepakat bahwa nahbah termasuk dosa besar.”
Jadi jelas, lanjut Gus Nadir, barang siapa mengambil harta orang lain pada masa kekacauan atau kerusuhan, maka ia wajib mengembalikannya melalui pihak yang berwenang.
Marah dan berunjuk rasa dengan pejabat boleh, tapi merusak dan menjarah properti dan harta mereka di luar aturan hukum itu jelas tindakan kriminal.
MUI Mengimbau untuk Tidak Melakukan Penjarahan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi penjarahan. Tindakan penjarahan tersebut tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga bertentangan dengan ajaran agama islam.
Bagi masyarakat yang sudah terlanjur mengambil atau menguasai barang hasil jarahan, diminta segera mengembalikannya melalui aparat berwenang.
Pesan ini disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, di Jakarta pada Minggu (31/8/2025). Pengasuh Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu menegaskan agar masyarakat mampu menahan diri di tengah kondisi yang sedang berlangsung.
“Menahan diri dari tindakan anarkistik, vandalisme, perusakan fasilitas publik, serta penjarahan dan pengambilan properti orang lain secara tidak hak,” katanya, dikutip Senin (1/9/2025).
Ni’am menegaskan, penyampaian aspirasi meski dilakukan dalam kondisi penuh kemarahan tidak boleh disertai tindakan anarkis, penjarahan, atau pencurian milik orang lain.
Sebab, praktik penjarahan maupun pencurian jelas bertentangan dengan hukum agama serta aturan perundang-undangan. Dalam ajaran Islam, harta yang diperoleh dari hasil curian atau bukan haknya sendiri, hukumnya haram.
“Bagi massa yang mengambil, menyimpan, atau menguasai barang secara tidak hak, agar segera mengembalikan kepada pemilik atau kepada yang berwajib,” katanya.
Hal ini diingatkan agar masyarakat tidak tersangkut masalah hukum di kemudian hari. Jangan sampai ada warga yang justru menjadi tersangka karena terlibat penjarahan atau tindakan serupa.
Kata KPAI
Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu menekankan pentingnya semua pihak untuk menahan diri, melakukan muhasabah atau introspeksi, serta berkomitmen menjaga kedamaian. Ia juga mendorong adanya upaya perbaikan sekaligus pencegahan agar tidak muncul tindakan destruktif yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban.
Ni’am menambahkan, di tengah kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang belum stabil serta kesenjangan yang masih tinggi, baik pejabat maupun masyarakat semestinya mengutamakan pola hidup sederhana, memperkuat solidaritas, dan menumbuhkan semangat kesetiakawanan sosial.
“Serta menghindari flexing, gaya hidup mewah dan hedonisme, meski sekedar untuk konten,” tuturnya.
Baca Juga:
Ketua MUI Minta Penjarahan Dihentikan, Melanggar Hukum!
Penjarahan Rumah Sri Mulyani Terjadi 2 Gelombang, Saksi: Massa Bawa Sajam dan Bernyanyi
Penyampaian aspirasi dari mahasiswa maupun masyarakat harus ditanggapi dengan cepat dan bijaksana, terutama ketika aspirasi tersebut berisi upaya perbaikan bangsa serta kritik terhadap kebijakan yang dianggap kurang memperhatikan rasa keadilan publik. Ia menekankan pentingnya adanya komitmen untuk mendengar dan merealisasikan langkah perbaikan.
(Virdiya/_Usk)