BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan akan menertibkan ribuan reklame ilegal yang masih berdiri di sejumlah titik strategis. Langkah ini menjadi bagian dari upaya menata wajah kota sekaligus mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak reklame.
Namun, di balik kebijakan tersebut, muncul keluhan dari pengusaha reklame dan warga terkait adanya dugaan permainan oknum Satpol PP yang disebut-sebut menghambat jalannya program dengan dalih “koordinasi”.
Sejumlah ruas jalan utama, seperti Jalan Soekarno-Hatta, BKR, Laswi, Kiaracondong hingga Cibiru, menjadi prioritas penertiban. Reklame yang melanggar aturan, terutama yang dipasang di median jalan atau titik terlarang lainnya, dipastikan segera diturunkan.
“Instruksi pemerintah jelas, reklame tanpa izin harus ditertibkan. Tapi kenyataannya, ada yang memperlambat dengan alasan koordinasi,” kata salah seorang anggota Forum Pengusaha Reklame Kota Bandung, Yana Utom Kamis (18/9/2025).
Para pelaku usaha reklame menilai, keterlambatan penertiban dan proses administrasi pembayaran iklan menimbulkan kerugian besar. Kontrak dengan nilai tinggi dari perusahaan nasional seharusnya bisa menjadi sumber PAD, tetapi praktik di lapangan justru dinilai tidak transparan.
Baca Juga:
Bebas Bersyarat, Eks Wali Kota Bandung Yana Mulyana Kembali Hirup Udara Bebas
Eks Cafe di Jalan Ibrahim Adjie Kota Bandung Hangus Terbakar
“Kadang kontrak iklan jatuh tempo September, tapi pembayaran baru cair Januari karena alasan teknis. Itu merugikan,” ungkapnya
Pihaknya juga menuding adanya permintaan biaya tambahan dari oknum petugas. Kondisi ini dinilai bertolak belakang dengan semangat penataan kota yang sedang digalakkan Pemkot Bandung.
“Kalau program ini dijalankan murni, kami mendukung penuh. Tapi kalau ada permainan oknum, jelas merusak kepercayaan,” tegasnya.
Selain soal reklame, warga juga mengeluhkan permasalahan lain di kota. Tumpukan sampah di jalur utama Soekarno-Hatta hingga Kiaracondong kerap tak segera terangkut, hingga akhirnya baru ditangani setelah viral di media sosial.
“Seharusnya ada penanganan rutin, jangan tunggu viral dulu,” ungkap salah seorang warga.
Masyarakat juga menyoroti maraknya peredaran minuman keras ilegal di sejumlah warung. Kondisi ini dinilai berpotensi memicu gangguan sosial dan merusak generasi muda.
“Kalau dibiarkan, anak-anak muda bisa terjerumus. Aparat harus segera bertindak,” ujarnya
Pemkot Bandung sendiri telah memperketat regulasi reklame. Iklan produk kini dibatasi maksimal berukuran 4×6 meter, sementara produk umum 5×10 meter.
Reklame kecil untuk toko hanya boleh 1×3 atau 2×4 meter, sedangkan reklame digital atau megatron mendapat pengawasan ketat agar tidak melanggar tata ruang.
Baik pengusaha maupun warga pada prinsipnya mendukung kebijakan penertiban ini. Mereka hanya berharap pemerintah konsisten, transparan, dan tidak memberi ruang bagi praktik-praktik curang.
“Kalau semua sesuai aturan, kami siap taat. Yang penting jangan sampai niat baik pemerintah justru dicederai permainan di lapangan,” pungkas Yana.
(Kyy/_Usk)