BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Komunikasi yang efektif memegang peran krusial dalam kesuksesan bisnis, khususnya bagi usaha mikro yang mengandalkan strategi pemasaran alami seperti Word of Mouth (WOM). Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pendekatan komunikasi yang disesuaikan dengan jenis pelanggan seperti pelanggan lama, pembeli baru, dan anak-anak yang dapat memengaruhi WOM positif pada Warung Imut, sebuah usaha mikro di Kecamatan Sukajadi. Metode penelitian dilakukan melalui wawancara mendalam dengan pemilik warung, mengungkap bahwa interaksi personal, keramahan, dan kesabaran dalam melayani berhasil menciptakan loyalitas pelanggan dan mendorong rekomendasi dari mulut ke mulut.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa WOM tidak terjadi secara kebetulan, melainkan dapat dioptimalkan melalui strategi komunikasi sederhana namun terarah. Misalnya, percakapan personal dengan pelanggan lama, senyuman kepada pembeli baru, dan pendekatan lembut kepada anak-anak terbukti memperluas jangkauan WOM tanpa biaya pemasaran besar.
Hasil ini memperkuat teori WOM (Whyte, 1954; Arndt, 1967) sekaligus memberikan panduan praktis bagi pelaku usaha mikro untuk memanfaatkan interaksi sehari-hari sebagai alat pemasaran yang efektif. Kata kunci: Word of Mouth, usaha mikro, komunikasi pemasaran, loyalitas pelanggan, strategi interaksi.
Pentingnya pendekatan komunikasi dalam segala bidang dapat menjadi elemen kesuksesan yang bukan hanya meningkatkan hubungan antara pelaku dengan lawan bicaranya, tapi berlaku juga dari segi ajakan/persuatif yang menghantar kan kita pada kesepakatan yang menguntungkan.
Baca Juga:
Universitas INABA Sambut Meriah Roadshow Suar Mahasiswa Awards 2025
Teropong Media dan INABA Sepakati Kerja Sama Melalui Penandatanganan MoU
Teori Word of Mouth (WOM) atau “kabar dari mulut ke mulut” menggambarkan cara
informasi atau merekomendasi tentang suatu produk agar bisa menyebar secara alami lewat obrolan sehari-hari antara warga – warga maupun para tetangga. Awalnya dipopulerkan oleh Whyte (1954) dan Arndt (1967), teori ini menunjukkan betapa besar pengaruh rekomendasi personal dalam memengaruhi pilihan konsumen. Dibanding iklan biasa, WOM dianggap lebih bisa dipercaya karena datang dari pengalaman nyata orang lain, bukan dari promosi perusahaan. Di era digital sekarang, WOM nggak cuma lewat obrolan langsung, tapi juga lewat media sosial atau ulasan online seperti contohnya usaha mikro yang di cantumkan di google maps, yang bikin jangkauannya semakin luas. Nah, penelitian ini mau ngecek bagaimana peran WOM dalam membangun loyalitas pelanggan, terutama buat usaha kecil seperti yang kita wawancarai, warung tradisional yang sangat mengandalkan “reputasi dari pelanggan ke pelanggan”.
Meskipun Word of Mouth (WOM) dianggap sebagai strategi pemasaran penting bagi usaha mikro seperti warung makan, belum diketahui sejauh mana rekomendasi dari pelanggan lama benar-benar memengaruhi keputusan pembelian pelanggan baru serta bagaimana pemilik usaha dapat mengoptimalkan dampak WOM untuk meningkatkan penjualan secara efektif dengan sumber daya yang terbatas.
Kajian Literatur dan Pengembangan Hipotensis
Word of Mouth (WOM) atau komunikasi mulut ke mulut didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi secara informal antarindividu mengenai produk, layanan, atau merek (Arndt, 1967). Teori ini menekankan bahwa rekomendasi dari orang terdekat (seperti teman, keluarga, atau kolega) memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan
iklan konvensional karena dianggap lebih kredibel dan tidak bias (Silverman, 2001). Dalam konteks usaha mikro, WOM menjadi tulang punggung pemasaran karena minimnya anggaran promosi (Anderson, 1998).
Metode Penelitian
Kami mengambil metode penelitiannya dengan cara mewawancarai Niska sebagai pelaku usaha mikro ini yang sudah puluhan tahun menggeluti usaha ini.
Hasil dan Pembahasan
Kami menanyakan 2 pertanyaan kepada pemilik usaha tersebut. Pertanyaan pertama kami menanyakan tentang gambaran usaha yang sedang di lakukan oleh narasumber, dan narasumber menjelaskan bahwasannya warung/usaha ini bernama “warung imut” yang terletak di kecamatan sukajadi. Dengan fokus menjual kepada costumer sebagai kebutuhan pribadi bukan kebutuhan untuk di jual lagi, jadi bisa kita sebut warung ini dengan istilah “klontong”.
Lalu pertanyaan kedua kami menanyakan mengenai cara berkomunikasi penjual kepada pembeli yang akan mempengaruhi teori mulut ke mulut ini. Narasumber mengatakan bahwasannya ada perlakuan khusus pada tiap pembeli atau adanya adaptasi pendekatan karena pemebeli di warung itu sangat beragam.
Narasumber membagi perlakuan khusus itu pada “orang yang kenal”, “anak kecil” dan “pembeli tidak di kenal”. Jadi pada pembeli yang tergolong dikenali oleh penjual memiliki perlakuan khusus dengan lebih memedulikan keadaan penjual itu, seperti contoh ketika ada pembeli yang kenal membeli barang kebutuhan yang banyak maka penjual akan menanyakan “aduh banyak sekali belanjaannya, mau piknik ya.”
Disitulah percakapan khusus akan terjadi yang membuat pembeli akan menila penjual sebagai orang yang ramah bahkan dengan pertanyaan sederhana itu dan ada kemungkinan besar si pembeli itu akan loyal untuk beli ke warung itu. Lalu tipe yang kedua adalah pembeli yang tidak di kenali.
Penjual akan bereaksi sesuai batasannya tanpa sesantai dengan “penjual yang kenal”, namun ada pun strategi untuk sedikit memunculkan peluang pembeli itu bisa kembali yaitu dengan senyuman dan pertanyaan ramah seperti ”ada lagi pak/bu yang mau di beli?”,
cara itu bisa memunculkan kesan ramah yang di labelkan pada warung ini. Lalu adapun yang terakhir yaitu dengan pembeli anak kecil. Penjual mencoba memaklumi sifat anak – anak dengan cara berbicaranya yang lembut, memaklumi anak yang biasanya banyak bertanya dan juga biasaya anak yang kurang paham anara harga dan barang yang mau dia beli.
Berdasarkan wawancara dengan pemilik Warung Imut, ditemukan bahwa strategi komunikasi yang diterapkan berbeda untuk masing-masing jenis pembeli. Untuk pembeli yang dikenal (pelanggan lama), pemilik warung membangun kedekatan emosional melalui percakapan personal seperti menanyakan tujuan pembelian dalam jumlah besar. Interaksi semacam ini menciptakan kesan ramah dan perhatian yang meningkatkan kemungkinan pelanggan merekomendasikan warung kepada orang terdekat, sesuai dengan teori Anderson (1998) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan memicu WOM positif.
Sementara itu, terhadap pembeli tidak dikenal (pelanggan baru), pemilik warung menerapkan taktik berbeda dengan menggunakan senyuman dan pertanyaan sopan seperti “Ada lagi yang mau dibeli?” untuk meninggalkan kesan baik. Strategi ini berpotensi mengubah pembeli baru menjadi pelanggan tetap karena membuat mereka merasa dihargai, sebagaimana dinyatakan Silverman (2001) bahwa kesan pertama yang positif merupakan kunci awal terbentuknya WOM.
Untuk pembeli anak-anak, pemilik warung menerapkan pendekatan khusus dengan bersikap sabar dan lembut dalam melayani, serta mengakomodasi kebiasaan anak-anak yang cenderung banyak bertanya. Perlakuan ini tidak hanya memengaruhi anak sebagai pembeli langsung, tetapi juga berdampak pada orang tua mereka yang mungkin mendengar cerita positif tentang warung dari anak-anak, sehingga memperluas efek WOM ke lingkaran keluarga.
Kesimpulan
Cara itu bisa memunculkan kesan ramah yang di labelkan pada warung ini. Lalu adapun yang terakhir yaitu dengan pembeli anak kecil. Penjual mencoba memaklumi sifat anak – anak dengan cara berbicaranya yang lembut, memaklumi anak yang biasanya banyak bertanya dan juga biasaya anak yang kurang paham anara harga dan barang yang mau dia beli.
Berdasarkan wawancara dengan pemilik Warung Imut, ditemukan bahwa strategi komunikasi yang diterapkan berbeda untuk masing-masing jenis pembeli. Untuk pembeli yang dikenal (pelanggan lama), pemilik warung membangun kedekatan emosional melalui percakapan personal seperti menanyakan tujuan pembelian dalam jumlah besar. Interaksi semacam ini menciptakan kesan ramah dan perhatian yang meningkatkan kemungkinan pelanggan merekomendasikan warung kepada orang terdekat, sesuai dengan teori Anderson (1998) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan memicu WOM positif.
Sementara itu, terhadap pembeli tidak dikenal (pelanggan baru), pemilik warung menerapkan taktik berbeda dengan menggunakan senyuman dan pertanyaan sopan seperti “Ada lagi yang mau dibeli?” untuk meninggalkan kesan baik. Strategi ini berpotensi mengubah pembeli baru menjadi pelanggan tetap karena membuat mereka merasa dihargai, sebagaimana dinyatakan Silverman (2001) bahwa kesan pertama yang positif merupakan kunci awal terbentuknya WOM.
Untuk pembeli anak-anak, pemilik warung menerapkan pendekatan khusus dengan bersikap sabar dan lembut dalam melayani, serta mengakomodasi kebiasaan anak-anak yang cenderung banyak bertanya. Perlakuan ini tidak hanya memengaruhi anak sebagai pembeli langsung, tetapi juga berdampak pada orang tua mereka yang mungkin mendengar cerita positif tentang warung dari anak-anak, sehingga memperluas efek WOM ke lingkaran keluarga.
Penulis:
Mahasiswa Indonesia Membangun INABA
Bagea Praceka Sugema
Ariandra Ayu Nandini
Erlangga
Alfikri Galuh Nugraha
Mochamad Baihaqi Al Buchori