BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Ketidaktersediaan obat bagi pasien yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan di Kota Bandung telah menjadi isu serius dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Salah satu kelompok yang merasakan dampak langsung dari masalah ini adalah pasien dengan gangguan mental, yang sangat bergantung pada keberadaan obat-obatan untuk menjaga stabilitas kondisi mereka.
Salah satu contoh kasus yang mencuat adalah keluhan dari pasien gangguan mental yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan.
Terungkap bahwa obat yang diresepkan oleh dokter, seperti Alprazolam, tidak tersedia di apotek yang bekerja sama dengan BPJS.
Kondisi ini memaksa pasien untuk menanyakan langsung ke bagian apotek secara berulang kali, hanya untuk memastikan bahwa obat yang mereka butuhkan tersedia.
Lebih buruk lagi, jika petugas apotek menyarankan pasien untuk menggunakan jalur pasien umum jika ingin mendapatkan obat tersebut.
Namun, hal ini berarti pasien harus menanggung biaya kesehatan dan obat secara mandiri, yang tidak bisa diklaim melalui BPJS.
BACA JUGA: Dinkes Telusuri Kelangkaan Obat Alprazolam Cover BPJS di Kota Bandung
Ketidakadilan dalam Pelayanan Kesehatan
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keadilan dalam pelayanan kesehatan. Mengapa obat yang tidak tersedia bagi pasien BPJS bisa tersedia bagi pasien umum?
Jika dilihat dari sudut pandang pelayanan publik, situasi ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap beberapa prinsip dasar yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Prinsip-prinsip tersebut mencakup Kesamaan Hak, Persamaan Perlakuan, Keterbukaan, dan Kemudahan Akses.
Dalam konteks ini, prinsip Kesamaan Hak dan Persamaan Perlakuan tampaknya telah diabaikan.
Sebagai contoh, ketika seorang pasien yang menggunakan BPJS diberitahu bahwa obat tidak tersedia, tetapi kemudian pasien yang sama diberi tahu bahwa obat tersebut tersedia jika mereka membayar sebagai pasien umum, hal ini jelas mencerminkan adanya diskriminasi dalam pelayanan kesehatan.
Diskriminasi semacam ini tidak hanya merugikan pasien dari segi finansial, tetapi juga dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan mereka.
Tanggung Jawab Fasilitas Kesehatan
Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, Fasilitas Kesehatan (Faskes) diwajibkan untuk menjamin bahwa peserta BPJS mendapatkan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diperlukan sesuai dengan indikasi medis.
Ketika terjadi kekosongan obat, Faskes tidak boleh membebankan peserta untuk mencari atau mendapatkan obat tersebut secara mandiri.
Apabila peserta diketahui membeli obat secara mandiri, Faskes bertanggung jawab untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan oleh peserta tersebut.
Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda. Banyak pasien yang merasa terpaksa membeli obat sendiri karena tidak tersedia di apotek yang bekerja sama dengan BPJS.
Fenomena ini menunjukkan adanya celah dalam implementasi kebijakan yang seharusnya melindungi hak-hak pasien.
Padahal, Pasal 58 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 dengan tegas menyatakan bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Faskes bertanggung jawab atas ketersediaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Peran BPJS Kesehatan
Dalam menghadapi situasi kekosongan obat, BPJS Kesehatan sebenarnya telah menyediakan berbagai mekanisme untuk melaporkan masalah ini, salah satunya adalah melalui Aplikasi Apotek Online.
Aplikasi ini memungkinkan laporan kekosongan obat untuk segera diketahui oleh BPJS Kesehatan dan stakeholder terkait, seperti Dinas Kesehatan, distributor farmasi, dan perwakilan industri farmasi.
Melalui koordinasi yang baik di antara berbagai pihak, diharapkan masalah kekosongan obat dapat segera diatasi dan pasien tidak lagi mengalami kesulitan dalam mendapatkan obat yang mereka butuhkan.
Selain itu, peserta BPJS yang mengalami kendala terkait kekosongan obat atau masalah lainnya di Faskes dapat menghubungi petugas BPJS SATU! yang ada di Faskes, BPJS Kesehatan Care Center 165, menggunakan Aplikasi Mobile JKN, atau mengunjungi kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk mendapatkan bantuan.
BPJS Kesehatan Cabang Bandung, misalnya, telah menyatakan komitmennya untuk menelusuri kasus-kasus semacam ini dan menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“BPJS Kesehatan kerap kali mengadakan evaluasi kepada Fasilitas Kesehatan salah satunya terkait keluhan kekosongan obat. Apabila terdapat fasilitas kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan maka segera akan kami tindaklanjuti dari mulai teguran sampai dengan sanksi dan berakhir dengan putus Kerjasama,” kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandung, Greisthy melalui keterangan tertulisnya, Selasa (3/9/2024).
(Budis)