BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Seiring dengan penerapan aturan royalti musik di berbagai tempat komersial seperti kafe, restoran, dan mal, muncul pertanyaan di masyarakat tentang apakah menyanyikan lagu di acara-acara pribadi seperti hajatan, pernikahan, atau ulang tahun juga harus membayar royalti.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Ahmad M Ramli, yang terlibat dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memberikan penjelasan yang menenangkan. Menurut Prof Ramli, kegiatan menyanyikan lagu di acara yang bersifat non-komersial tidak termasuk objek penarikan royalti.
Royalti Hanya untuk Tujuan Komersial
Dalam keterangannya sebagai saksi ahli di sidang uji materiil UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi pada Kamis, (7/8/2025). Prof Ramli menegaskan bahwa penarikan royalti hanya berlaku untuk penggunaan yang bersifat komersial.
“Sepanjang tidak komersial, tidak ada penarikan royalti. Misalnya menyanyi di rumah, acara ulang tahun, atau hajatan dengan organ tunggal, itu justru menjadi media promosi gratis bagi pencipta lagu,” jelas Prof Ramli.
Ia juga menambahkan bahwa undang-undang justru mendorong masyarakat untuk menyanyikan lagu sebanyak mungkin di ranah non-komersial.
Namun, jika sebuah lagu digunakan untuk menarik keuntungan, seperti konser berbayar. Acara dengan sponsor, atau bisnis hiburan, maka royalti wajib dibayarkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Baca Juga:
Viral! Struk Pajak Royalti Musik di Restoran, Pengusaha PO Bus: Apalagi?
Cekcok Panas Jaksa dan Nikita Mirzani Viral, Sosok Inda Putri Manurung Jadi Sorotan
Perhitungan Royalti di Indonesia
Penarikan royalti di Indonesia diatur berdasarkan aktivitas komersial dan jenis usaha. Perhitungan ini mengacu pada Surat Keputusan (SK) Menteri tentang Tarif Royalti Musik dan Lagu untuk Pengguna yang berlaku sejak 2016.
Sebagai contoh, sebuah kafe kecil dengan 20 kursi yang memutar musik untuk pelanggannya akan dikenai tarif Rp 120.000 per kursi per tahun untuk Hak Cipta dan Hak Terkait. Dengan perhitungan tersebut, total royalti tahunan yang harus dibayar kafe itu adalah Rp 2,4 juta, belum termasuk pajak.
Prof Ramli juga menyinggung praktik di negara lain seperti Singapura. Di mana lagu kebangsaan pun bisa digunakan secara komersial dengan pembayaran royalti. Namun, ia menyatakan bahwa apakah Indonesia akan mengarah ke model serupa adalah “pilihan politik hukum.”
Penjelasan dari Prof Ramli diharapkan dapat menjawab kebingungan masyarakat dan memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai aturan royalti musik yang berlaku di Indonesia.
(Hafidah Rismayanti/Budis)