BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Berawal dari keprihatinan terhadap meningkatnya isu kesehatan mental di kalangan Generasi Z, sekelompok mahasiswa dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) Universitas Airlangga (Unair) menghadirkan inovasi unik: Intelligence Doll atau Boneka Pintar. Inovasi ini berhasil membawa tim mereka lolos pendanaan PKM-KC tahun ini.
Tim tersebut terdiri dari lima mahasiswa berbakat, yakni Muhammad Nur Aufa Habibi, Arya Maulana Al Hakim, Afdal Lunasri, Edbert Fernando, dan Aqila Fayyaza Nur Husna. Di bawah bimbingan Dr. Riries Rulaningtyas, S.T., M.T., mereka mengembangkan boneka yang memanfaatkan teknologi deep learning untuk membantu pengguna mengenali dan mengatasi gangguan kesehatan mental, khususnya depresi.
Ketua tim, Muhammad Nur Aufa Habibi, menjelaskan bahwa Intelligence Doll dirancang untuk menganalisis ekspresi wajah dan suara pengguna. Teknologi yang tertanam di dalamnya mampu menghasilkan respon suara dalam bentuk percakapan interaktif. Lebih jauh lagi, boneka ini dapat mengklasifikasikan tingkat depresi (ringan, sedang, atau berat) dan memberikan respon sesuai dengan kondisi psikologis pengguna.
“Analisis yang dilakukan boneka ini akan memberikan output berupa suara, dan dari percakapan tersebut akan diketahui level depresinya. Respon boneka akan menyesuaikan dengan kondisi pengguna,” ujar Aufa, melansir laman Unair.
Lebih dari Sekadar Aplikasi
Inovasi ini hadir dengan pendekatan yang berbeda dari solusi digital umumnya. Alih-alih menggunakan aplikasi pada gawai, mereka memilih bentuk boneka sebagai media interaksi.
“Dengan bentuk boneka, pengguna akan merasa seperti berbicara dengan sesuatu yang memiliki wujud fisik. Berdasarkan literatur, boneka dapat memberikan efek kenyamanan emosional bagi pemiliknya,” jelas Aufa.
Ia menambahkan bahwa sebelumnya boneka pintar lebih banyak digunakan untuk membantu pasien demensia pada lansia. Melalui inovasi ini, timnya mencoba mengadaptasikan teknologi tersebut agar dapat membantu individu dengan gangguan mental, khususnya depresi, yang kini banyak dialami kalangan muda.
Hadapi Tantangan Demi Akurasi
Meski berhasil melangkah ke tahap pendanaan, tim ini menyadari masih ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah meningkatkan akurasi sistem deteksi emosi pada Intelligence Doll.
Untuk itu, mereka berencana mengumpulkan lebih banyak data ekspresi wajah dan suara dari individu yang telah terdiagnosis depresi secara medis. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan ketepatan klasifikasi dan efektivitas respon boneka dalam mendampingi pengguna.
“Kami cukup terkejut dan bahagia bisa lolos pendanaan PKM, apalagi ini adalah pengalaman pertama kami mengikuti program ini,” kata Aufa.
Baca Juga:
Fluviotion: Inovasi Mahasiswa ITB Atasi Krisis Air Bersih di Garut
Erwin Dukung Mahasiswa Kembangkan Mobil Listrik di Kota Bandung
Ke depan, tim ini berharap Intelligence Doll bisa dikembangkan menjadi produk komersial yang dapat diakses lebih luas oleh masyarakat. Tujuannya adalah memberikan alternatif pendampingan emosional yang ramah dan inovatif, terutama bagi Gen-Z yang rentan mengalami tekanan mental.
“Kami ingin Intelligence Doll menjadi teman bicara yang dapat membantu Generasi Z dalam menghadapi depresi,” tutup Aufa.
Dengan kombinasi teknologi dan empati, inovasi mahasiswa ini menjadi langkah nyata dalam mendukung kesehatan mental di era digital.
(Virdiya/Aak)