BANDUNG,TM.ID: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investigasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, jika nilai jual baterai nikel tinggi akan berdampak pada perekonomian.
Pasalnya, kondisi tersebut dapat mempengaruhi negara lain yang berinvestasi ke sumber daya lain untuk mengembangkan teknologi seperti baterai cobalt.
“Kalau harga nikel terlalu tinggi sangat berbahaya. Kita belajar dari kasus cobalt tiga tahun lalu di mana harganya terlalu tinggi. Sehingga orang mencari bentuk baterai lain,” kata Luhut dalam unggahan video Instagram @luhut.pandjaitan.
BACA JUGA: Pertimbangan BYD Tidak Memilih Baterai Nikel Condong ke LFP
“Ini salah satu pemicu lahirnya lithium ferro phosphate (LFP). Jadi jika kita bikin harga itu (nikel) ketinggian orang akan cari alternatif lain. Perkembangan teknologi itu sangat cepat,” sambung Luhut.
Pernyataan itu dikeluarkan Luhut untuk menanggapi Co-captain tim nasional pemenangan calon presiden dan wakil presiden RI nomor urut 1, Tom Lembong.
Menurut Tom, turunya harga nikel lantaran program hilirisasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang drastis, membuat pasokan nikel melimpah di dunia.
Adapun kontrak harga nikel tiga bulan senilai 16.036 dollar AS per ton, terendah sejak April 2021. Padahal Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
“Tom harus mengerti hal ini. Jangan membodohi,” kata Luhut.
Menurut Luhut, bahan baku baterai EV dari nikel masih terbuka sangat lebar. Walau sekalipun bersaing dengan baterai LFP.
“Lithium battery itu bisa recycling, sedangkan tadi yang LFP itu tidak bisa recycling sampai hari ini, tetapi sekali lagi teknologi itu terus berkembang,” ucap Luhut. “Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan China, tadi lithium battery juga kita kembangkan dengan China maupun dengan lain-lain,” tambahnya.
(Saepul/Usk)