JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Rakyat miskin, petani, nelayan, dan peternak dikhawatirkan akan menjadi korban pertama yang terdampak dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen.
Mulai tanggal 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia akan menaikkan PPN dari yang sebelumnya 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan Pajak PPN 12 persen tersebut merupakan implementasi dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Anggota Komisi IV DPR RI Riyono menilai, UU perpajakan disahkan oleh pemerintah dan DPR periode 2019 – 2024, yang menjadi kabar buruk bagi rakyat rentan miskin.
Pasalnya, masyarakat seperti petani dan nelayan, rakyat di pantai dan desa akan semakin banyak yang masuk kategori dari rentan miskin menjadi miskin.
Menurutnya, pengesahan kenaikan PPN 11 persen di tahun 2022, dan 12 persen di tahun 2025 akan memicu kenaikan harga.
“Tentu rakyat kecil, petani, nelayan peternak akan menjadi paling terdepan kena dampaknya,” tegas Riyono, mengutip Parlementaria, Rabu (20/11/2024).
Pada waktu bersamaan, lanjut dia, Presiden Jokowi juga mengesahkan PP 85 tahun 2021 tentang PNBP sektor kelautan perikanan yang juga menyasar nelayan kecil dengan kapal 5 GT yang dikenakan 5 persen.
Jadi, sebagai rakyat biasa, nelayan akan terkena PPN 11 persen jika berbelanja dan pajak 5 persen dari hasil tangkapan mereka. Kehadiran pajak tersebut akan semakin menyulitkan para nelayan yang sedang berusaha bangkit dari kondisi pandemi.
Belum lagi jelas dia, harga pakan ternak, kenaikan PPN 11 persen akan membuat produsen pakan menaikan harga pakan bisa sampai 5 persen.
“Benar-benar menjadi bencana bagi sektor perikanan pertanian peternakan,” kata Politisi Fraksi PKS ini.
Ia menilai, kenaikan pungutan pajak ini bertentangan dengan spirit ekonomi Pancasila yang bercorak kerakyatan dan keadilan. Seharusnya, pemerintah memberikan insentif bagi petani, nelayan dan peternak agar usaha mereka maju.
“Ini justru disinsentif yang bisa membuat mereka tambah miskin, kenaikan pajak membuat daya beli semakin turun dan mengancam pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Riyono.
BACA JUGA: Komisi XI DPR RI Buka Suara Soal Rencana Kenaikan PPN 12%
Data BPS
Berdasarkan data BPS 2018, disebutkan, nelayan miskin antara 20 – 40% yang terkonfirmasi. Pada data BPS tahun 2020, terjadi penambahan orang miskin di pedesaan, per September 2019 yang mulanya 12,60 persen, naik menjadi 12,82 persen pada Maret 2020. ia menyebut para petani dan nelayan di pesisir semakin miskin.
Pada sumber data yang sama pula, BPS 2020 mencatat adanya peningkatan penduduk miskin pada September 2020. Kenaikan tersebut sebagian besar terjadi di pedesaan sebesar 13,20 persen. Sementara untuk posisi perkotaan hanya sebesar 7,88 persen.
Ia menegaskan, negara membuat miskin rakyatnya dengan menaikan pajak, petani nelayan peternak akan semakin susah. Kenaikan orang miskin 13.20 persen harusnya menyadarkan pemerintah bahwa kebijakannya salah.
“Kenapa terus dilakukan? bukan menambah sejahtera, justru menambah miskin rakyatnya,” pungkas Riyono.
(Aak)