BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Seorang siswa SMA berinisial MMH (17) atau M asal Pamitran, warga Kota Cirebon, Jawa Barat, nekat bunuh diri diduga karena tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke tingkat atas, karena biaya.
Kuasa hukum Ahmad Faozan yang saat ini mendampingi mengungkapkan nyawa M berhasil diselamatkan, karena ada temannya yang datang pada saaat kejadian.
“Untungnya ada temannya yang datang tepat tengah malam. Ia langsung dilarikan ke rumah sakit dan nyawanya berhasil diselamatkan,” ungkap Faozam, dikutip Senin (10/6/2025).
M dikenal sebagai gadis yang pintar. Dia pernah belajar di pondok pesantren dan piawai berpidato dalam Bahasa Inggris. Kemampuan akademiknya sanggup bersaing dengan siswa lain. Namun, impiannya sekolah tinggi pupus dihantam kemiskinan.
Faozan menyampaikan kondisi kejiwaan kliennya benar-benar terpuruk akibat tekanan ekonomi yang mendera keluarganya.
“M adalah anak dari Pak Nono Charlie. Ia depresi berat karena tak mampu membayar biaya masuk SMA. Ia sudah berusaha bekerja, tetapi tetap tak cukup,” ungkapnya.
M sempat bekerja sebagai penjaga toko buah di kawasan Kalitanjung dan diupah Rp 20.000 per hari.
Semua uang itu ia kumpulkan demi satu tujuan mulia melanjutkan sekolah. Namun, saat menghitung kebutuhan seragam, emblem sekolah, dan ongkos hidup, Monik sadar harapannya kian jauh.
Sebelumnya, M sempat bersekolah di SMA negeri di wilayah Tengah Tani, Kabupaten Cirebon. Tetapi hanya mampu bertahan satu semester. Biaya hidup tak terjangkau, dan ia bahkan sempat terusir dari kosan. Barang-barangnya masih tertinggal di sana.
“Dia lulusan tahun 2024. Tetapi karena tak punya biaya, dia terpaksa berhenti. Di sekolah pun sempat mendapat perlakuan yang membuatnya makin tertekan,” ungkap Faozan yang juga ketua LBH Bapeksi Cirebon.
Kini, M tinggal bersama keluarganya di wilayah Pamitran, Kelurahan Kejaksan, Kota Cirebon. Harapan satu-satunya kini bertumpu pada uluran tangan pemerintah dan hati nurani masyarakat.
Faozan menegaskan mencerdaskan kehidupan bangsa bukan sekadar jargon konstitusi, melainkan amanat yang harus ditegakkan.
“Saya memohon kepada pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk hadir dalam kehidupan M. Gadis ini cerdas dan solehah. Ia hanya butuh satu pintu dibukakan untuk masa depannya,” tuturnya
Anggota DPRD Kota Cirebon, Subagja, menyebut peristiwa ini sebagai tamparan keras bagi pemerintah di semua level.
“Saya sangat prihatin mendengar kasus ini. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan serius dalam dunia pendidikan, terutama di Kota dan Kabupaten Cirebon,” kata Subagja dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).
Ia menilai kasus tersebut mencerminkan masih kuatnya sekat sosial dalam akses pendidikan. Menurutnya, anak-anak dari keluarga kurang mampu masih mengalami kesulitan melanjutkan sekolah karena faktor biaya, padahal pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Baca Juga:
“Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah, provinsi, bahkan pusat. Masih ada anggapan bahwa anak dari keluarga miskin tidak bisa sekolah. Ironis, karena sekolah yang seharusnya dibiayai negara justru masih membebani masyarakat,” tegasnya.
Subagja juga menyinggung sistem zonasi dan kebijakan pendidikan lainnya yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat ekonomi lemah. Ia menegaskan bahwa Monik hanyalah satu dari sekian banyak anak bangsa yang tersingkir akibat kemiskinan.
(Virdiya/Aak)