BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah, telah membuka informasi penyidikan ketika menyinggung soal pengembalian dana terkait dugaan korupsi kuota haji tambahan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan keterangan tersebut seharusnya tidak dipublikasikan karena penyidik masih dalam tahap verifikasi.
“Sebetulnya itu adalah materi penyidikan yang seharusnya belum bisa kami sampaikan secara detail,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (17/9/2025)
Budi menekankan KPK akan menyampaikan secara lengkap konstruksi perkara, termasuk pengembalian dana dari pihak terkait, saat mengumumkan tersangka melalui konferensi pers yang dapat diakses publik lewat kanal resmi lembaga maupun media massa.
“Sehingga memang kami juga belum bisa menyampaikan terkait dengan detail jumlahnya, kemudian teknis pengembaliannya seperti apa, dari mana saja apakah hanya dari saksi yang bersangkutan atau ada dari pihak-pihak lainnya,” tutur Budi.
Budi menuturkan pada waktunya nanti KPK akan memberikan penjelasan terkait perkembangan penyidikan, termasuk mengenai pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Nanti pada waktunya kami tentu akan sampaikan ketika kami menyampaikan update penyidikannya, termasuk update pihak-pihak yang bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka,” sambung Budi.
Belum ada pernyataan dari Khalid Basalamah terkait tudingan membocorkan materi penyidikan dari KPK ini.
Sebelumnya, Khalid menyampaikan pengembalian uang saat hadir dalam sebuah siniar atau podcast yang ditayangkan di YouTube. Dia juga menyampaikan berbagai informasi terkait pemeriksaannya oleh KPK pada 9 September lalu.
Termasuk soal keberangkatannya dan ratusan jemaah ke Tanah Suci dengan menggunakan kuota haji khusus yang diduga bermasalah.
Sementara usai menjalani pemeriksaan selama sekitar 7,5 jam di KPK, Khalid menjelaskan pada awalnya terdaftar sebagai jemaah haji program furoda. Namun, dalam prosesnya dia mengaku ditawari oleh pemilik travel haji dan umrah PT Muhibbah Mulia Wisata Pekanbaru Ibnu Mas’ud untuk kuota haji khusus.
“Sehingga akhirnya kami ikut dengan visa itu di-travel-nya dia di Muhibbah,” kata Khalid kepada awak media di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (9/9) malam.
“Posisi kami ini korban dari PT Muhibbah yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud. Kami tadinya semua furoda. Ditawarkan lah untuk pindah menggunakan visa ini,” sambungnya.
Khalid menjelaskan dirinya bersama jemaah Uhud Tour pada akhirnya melaksanakan ibadah haji lewat kuota khusus yang ditawarkan oleh PT Muhibbah Mulia Wisata Pekanbaru.
“Jumlahnya 122 (jemaah),” kata Khalid yang juga merupakan Ketua Asosiasi Mutiara Haji.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dari Kementerian Agama maupun pihak biro perjalanan haji.
Beberapa nama yang sudah diperiksa antara lain mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, serta Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus staf Yaqut, Ishfah Abidal Aziz.
Selain itu, pada 11 Agustus 2025, KPK juga menerbitkan surat larangan bepergian ke luar negeri bagi Yaqut, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Penggeledahan turut dilakukan di sejumlah lokasi, seperti rumah Yaqut di Condet, Jakarta Timur, kantor biro perjalanan haji dan umrah di Jakarta, kediaman ASN Kementerian Agama di Depok, hingga ruang Ditjen PHU Kementerian Agama.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun, KPK Panggil Empat Mantan Pejabat Kemenag
KPK Masih Hitung Pengembalian Uang dari Pengusaha Travel Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji
Dari rangkaian penggeledahan tersebut, KPK menyita berbagai barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara, mulai dari dokumen, barang bukti elektronik, kendaraan roda empat, hingga properti.
Bahkan, KPK juga menyita dua unit rumah milik seorang ASN Ditjen PHU Kementerian Agama di Jakarta Selatan dengan nilai mencapai Rp6,5 miliar.
(Virdiya/Aak)