JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti lagu di kafe dan restoran dibebankan kepada pemilik usaha, bukan kepada penyanyi atau musisi yang tampil. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Hak Cipta.
Komisioner LMKN Ikke Nurjanah menjelaskan, Pasal 87 Ayat 2, 3, dan 4 UU Hak Cipta menyatakan bahwa pemilik usaha wajib memperoleh izin dan membayar royalti melalui lembaga manajemen kolektif (LMK).
“Pemusik dan penyanyi tidak dibebani pembayaran royalti. Kewajiban itu ada pada pengguna, dalam hal ini pengelola kafe atau restoran,” ujar Ikke, mengutip Antara, Rabu (6/8/2025).
Aturan tersebut telah diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang royalti performing rights atau hak pertunjukan.
Hak ini mencakup pemutaran dan penampilan lagu di tempat umum. Setelah membayar royalti, pengelola usaha akan mendapat lisensi dari LMKN.
Ikke mengungkapkan, mekanisme penarikan royalti hak pertunjukan telah berjalan hampir satu dekade.
“Pembayaran royalti di kafe dan restoran berhasil dihimpun, dikelola, dan didistribusikan, meski belum mencapai proyeksi optimal,” katanya.
Royalti ini, lanjut Ikke, merupakan bentuk apresiasi bagi pencipta lagu yang karyanya dinikmati publik. Lagu dan musik memberi nilai tambah bagi bisnis hiburan seperti hotel, restoran, dan kafe.
BACA JUGA
Musisi Minta MK Pertegas Pasal Multitafsir UU Hak Cipta yang Sebabkan Ketakutan Tampil di Publik
LMKN: Putar Suara Kicau Burung dan Alam di Kafe Juga Kena Royalti!
Tarif royalti hak pertunjukan telah disesuaikan dengan kajian regulasi, praktik internasional, serta kondisi sosio-demografi Indonesia.
LMKN membuka komunikasi dengan pelaku usaha untuk mempermudah proses perizinan dan pembayaran.
“Kami siap memfasilitasi tanpa maksud memberatkan pengguna. Tujuannya adalah melindungi hak ekonomi para pencipta karya,” pungkas Ikke Nurjanah.
(Aak)