BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kasus residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) yang telah melakukan pemerkosaan terhadap pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin mendapat sorotan publik.
Pelaku yang diketahui bernama Priguna Anugerah Prayoga (31), telah menyalahgunakan kewenangannya saat bertugas pada 18 Maret 2025 dini hari.
Pengamat Psikologi, Billy Martasandy pun menyoroti kasus ini. Menurutnya, kasus dokter residen perkosa pendamping pasien masuk kategori perilaku jahat. Pelaku merasa dirinya dominan sehingga dalam konteks pelecehan seksual batasan-batasan sosial kerap kali dilanggar dan melanggar hukum maupun etika.
“Ini perilaku jahat, ini ada kecenderungan bahwa tindakan asusila ini merupakan ekspresi dominan karena merasa unggul dilingkungan sosialnya. Ini bisa dilihat ketika pelaku mengarahkan korban sedemikian rupa untuk menjalankan perilaku tercelanya,” kata Billy, Jumat (11/4/2025).
BACA JUGA:
Geger, Dokter PPDS FK Unpad Lecehkan Penunggu Pasien di RSHS
Kemenkes Hentikan Sementara Program PPDS Anestesi Unpad di RSHS
Selain itu, Billy mengaku, pelaku tindak asusila ini biasanya memiliki gangguan kepribadian yang kemudian mempengaruhi cara pandang mereka terhadap orang lain.
Gangguan kepribadian antisosial, narsistik, atau psikopati, kata Billy, adalah beberapa contoh yang dapat menyebabkan pelaku merasa tidak terikat oleh norma sosial dan kurangnya empati.
“Ada faktor maskulinitas juga, pelaku sebagai laki-laki merasa dominan dibanding perempuan. karena dia merasa laki-laki, jadi dia berfikir mudah melakukan pelecehan seksual kepada perempuan. Karena merasa superior sehingga mengabaikan hak orang lain,” ucapnya
Saat disinggung terkait kematangan psikologi yang harus dimiliki para dokter, Billy mengatakan, pengaruh eksternal kerap kali mempengaruhi pola pikir seseorang.
Billy pun melanjutkan, individu mudah rapuh apabila dihadapkan situasi yang dinilai menguntungkan seseorang guna memuaskan libido, tak terkecuali seorang dokter.
“Walaupun secara psikologis sudah matang tapi manusia mudah di pengaruhi oleh lingkungan eksternal. dimana manusia mudah rapuh ketika dihadapkan dengan situasi eksternal yg bisa memuaskan individu,” ujarnya
Dirinya mengungkapkan, pelaku yang tumbuh dalam lingkungan yang mengabaikan atau tidak peduli terhadap masalah emosional dan psikologis mungkin merasa kurangnya pengawasan atau rasa tanggung jawab terhadap tindakan mereka.
Ketika tidak ada batasan atau kontrol yang jelas dari keluarga atau masyarakat, mereka mungkin merasa bebas untuk melakukan tindakan pelecehan seksual tanpa takut akan konsekuensi.
“Kalau ditanya penyakit atau bukan harus tau apakah ini berulang atau tidak. Tapi diliat dari kasus sih kayanya pelaku udh sering melakukan pelecehan jadi ya bisa disebutkan ini penyakit,” katanya
“Diperlukan pemeriksaan psikologis lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa. Bantuan profesional dari psikolog dan psikiater untuk menangani kasus tersebut,” pungkasnya
(Kyy/Usk)