BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Sidang lanjutan kasus dugaan penyalahgunaan pengelolaan lahan Kebun Binatang Bandung kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, pada Kamis (31/7/2025).
Persidangan ini membongkar sederet fakta mengejutkan, mulai dari aliran dana sewa lahan miliaran rupiah, dugaan pemalsuan akta yayasan, hingga pengakuan bahwa lahan kebun binatang merupakan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Dalam sidang tersebut, sejumlah saksi kunci dihadirkan, termasuk mantan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari, Tony Sumanpau mantan Ketua Pengurus, John Sumampau bendahara, hingga sekretaris yayasan.
Salah satu poin utama adalah pengakuan Tony lahan Kebun Binatang Bandung memang milik Pemkot. Dirinya menyatakan pihak yayasan tidak pernah menghalangi Pemkot untuk memasang plang aset negara pada 2021, yang bahkan disaksikan langsung oleh Wali Kota saat itu, almarhum Oded M. Danial.
“Kami justru mendukung langkah Pemkot untuk menertibkan aset. Plang itu penting sebagai penanda bahwa lahan ini milik negara,” kata Tony.
Namun, sesudah pemasangan plang, yayasan mendapat tekanan dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Mereka meminta dukungan pencabutan pengakuan lahan adalah milik Pemkot. Dari sinilah aliran dana sewa sebesar Rp6 miliar kepada pihak Sri yang mengklaim sebagai ahli waris terungkap di persidangan.
Pembayaran sewa dilakukan dalam delapan tahap melalui cek, dengan dana yang diklaim berasal dari penjualan tiket masuk.
“Itu demi menjaga operasional kebun binatang. Banyak satwa saat itu dalam kondisi kurang gizi,” ujar John.
Namun ironisnya, dana sewa tersebut tidak pernah tercatat sebagai setoran resmi ke Pemkot Bandung.
“Kami tidak tahu harus menyetor ke Pemkot. Tidak pernah ada teguran hingga 2021,” kata John.
Masalah bertambah pelik saat terungkap perubahan akta yayasan pada awal 2022 yang diduga tanpa sepengetahuan pembina lama.
Tony mengaku tak pernah menandatangani akta baru dan telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Jabar.
“Saya baru tahu saat pihak bank menghubungi. Setelah itu, saya disingkirkan, dan yayasan dikuasai oleh kelompok baru yang tidak prosedural,” ungkap Tony.
Baca Juga:
AMS Soroti Konflik Kebun Binatang Bandung, Warisan dan Sejarah Budaya Sunda
Kebun Binatang Bandung Tutup Gegara Konflik Manajemen, 7 Satwa Mati
Sejak itu, pengelolaan berubah total. Pendapatan dari tiket dan tenant yang mencapai Rp90 miliar dalam tiga tahun diduga tidak tercatat sebagai pendapatan negara.
Kenny, Sekretaris yayasan, menyebut tidak pernah ada serah terima dokumen dari pengurus lama ke baru.
“Tenant dan parkir dikelola pihak keluarga pengurus baru. Tidak ada laporan atau setoran resmi ke kas yayasan. Kami tidak lagi punya kontrol,” ujar Kenny.
Yayasan pun sempat bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia dengan nilai manajemen fee Rp2,5 miliar. Namun sejak 2022, pola pengelolaan berubah dan transparansi semakin kabur.
Pada 2024, John kembali aktif dan mencoba memulihkan hubungan dengan Pemkot Bandung. Tony menyatakan sudah mulai membayar pajak lebih dari Rp1 miliar sebagai bentuk komitmen administrasi. Namun upaya itu justru memicu konflik internal.
“Kami mendapat tekanan, termasuk aksi ormas yang merusak kantor, mengambil dokumen, dan bahkan menyekap pegawai,” ujar Tony.
Kekacauan internal itu berdampak pada operasional harian. Sejumlah uang bahkan dilaporkan hilang dari brankas tanpa persetujuan pihak pengurus lama.
Sepanjang persidangan, Pemkot Bandung dinilai bertindak sesuai prosedur sebagai pemilik aset, mulai dari pemasangan plang hingga pemberian teguran tertulis kepada pengelola.
Pemkot juga terus mendorong agar tata kelola kawasan konservasi ini dilakukan secara akuntabel dan memberi manfaat bagi publik.
Sidang masih akan berlanjut dengan pemeriksaan lanjutan terhadap dokumen serta saksi-saksi tambahan. (Kyy/_Usk)