GARUT, TEROPONGMEDIA.ID — Bicara soal kain tradisional, Garut tak hanya dikenal lewat batik “tulisan tangan”-nya yang khas. Di balik geliat kain batik, ada warisan tekstil lain yang jarang disebut namun menyimpan sejarah panjang, yakni kain Kasang.
Kain Kasang ini dulunya menjadi bagian penting dari identitas budaya warga Garut, meski kini namanya nyaris tenggelam di tengah popularitas tenun lain seperti Ikat Sumba atau Songket Palembang.
Berbeda dengan batik yang lebih dikenal di kalangan luas, kain Kasang merupakan tenun khas yang dulu dipakai dalam berbagai kegiatan adat dan simbol status sosial di masyarakat Priangan Timur.
Nama “Kasang” sendiri merujuk pada teknik pembuatan dan pola anyaman halusnya, yang menggabungkan benang katun dan pewarna alami dari tumbuhan lokal.
Penelusuran terhadap sejarah kain Kasang masih cukup terbatas, namun jejaknya dapat disandingkan dengan beberapa studi tentang kerajinan tenun di Nusantara.
Sebagaimana dijelaskan Kristiana (2018) dalam studi kain cual Bangka, eksistensi kain tenun daerah tak bisa dilepaskan dari peran perempuan pengrajin dan transmisi budaya antar generasi.
Hal serupa berlaku dalam konteks Garut, di mana para perempuan tua menjadi pelestari tradisi menenun Kasang secara turun-temurun, meskipun tanpa dokumentasi formal.
Dari sisi teknis, motif-motif kain Kasang mengandung filosofi keselarasan dengan alam, garis-garis geometris yang berpadu dengan bentuk flora simbolik, menunjukkan keterkaitan erat antara manusia Sunda dengan lingkungannya.
Selain digunakan sebagai pakaian adat, kain ini juga menjadi bagian dari perlengkapan ritual dan mas kawin di beberapa kampung adat di Garut.
Salah satu fakta unik yang jarang diketahui: kain Kasang sempat menjadi cendera mata resmi bagi tamu-tamu bangsawan Belanda yang berkunjung ke Garut pada masa kolonial.
Dalam catatan lokal yang tidak tertulis secara resmi, disebutkan bahwa penguasa lokal pada awal abad ke-20 mempersembahkan kain Kasang sebagai bentuk penghormatan pada pejabat kolonial.
Kehalusan teksturnya dan motifnya yang eksotis dianggap sebagai bukti kehalusan budaya masyarakat Priangan saat itu.
Kini, hanya segelintir perajin tua yang masih memahami teknik asli pembuatan Kasang. Upaya pelestarian belum begitu masif, dan regenerasi nyaris tidak berjalan.
BACA JUGA
Padahal, seperti halnya tenun ikat Goyor dari Sukoharjo (Ambarwati), Kasang memiliki potensi besar sebagai produk budaya dan ekonomi jika difasilitasi dengan tepat.
Menariknya, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah seniman tekstil mulai melirik kembali pola-pola kuno dari kain Kasang sebagai inspirasi desain modern.
Meski masih sporadis, tren ini menunjukkan bahwa Kasang belum sepenuhnya punah—hanya tertidur menunggu dibangkitkan.
(Daniel Oktorio Saragih/Magang/Aak)