BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Di zaman sekarang, terdapat banyak sekali opsi untuk mencari pundi-pundi rupiah yang tersedia melalui hadirnya internet. Namun, kebanyakan orang ingin mendapatkan pundi-pundi rupiah dengan instan sehingga menghalalkan segala upaya untuk mencapai kekayaan yang instan.
Kita bisa ambil contoh dari judi online atau biasa disingkat sebagai judol, judi yang biasanya identik dengan hiburan orang kaya sebagai sarana untuk menghambur-hamburkan kekayaan kini malah marak digunakan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah, terutama di kalangan muda.
Bahkan ironisnya, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada sekitar 2% pemain judol berusia di bawah 10 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa judol juga telah merambah ke anak-anak.
Alasan mengapa judol sendiri dijadikan sebagai jalan pintas untuk keluar dari kemiskinan oleh kebanyakan masyarakat ialah karena mudahnya akses internet, sehingga masyarakat dapat melakukannya melalui ponsel mereka sekalipun.
Tanpa disadari, terdapat skema buruk mengintai di balik judol ini. Kebanyakan judol sendiri sudah diatur oleh pengelola atau orang-orang yang mengatur sistem dengan sengaja membiarkan para pemain judol memenangkan permainan mereka di awal dengan harapan pemain dapat merasa kecanduan dan terus mengeluarkan uang mereka demi melanjutkan permainan.
Namun, lama kelamaan, pemain bukannya menjadi untung, melainkan terus merugi, karena meskipun judol memberikan pemainnya kemenangan di awal, tetapi memberi kekalahan seiring pemain terus melakukan permainan. Pada akhirnya, masyarakat terlanjur terjerumus ke dalam lingkaran setan ini.
Kemudian, praktik judol memiliki dampak buruk yang sangat vital karena berdampak langsung ke ekonomi pemainnya. Kecanduan judol dapat menyebabkan kerugian finansial terus menerus dan dapat berakhir dengan kebangkrutan.
Orang yang melakukan judol dengan alasan butuh dana cepat, ketika mereka kalah dan terus merugi, cenderung akan mengalami gangguan mental, seperti merasa stres, depresi, bahkan dapat berujung bunuh diri. Selain gangguan mental, terdapat juga dampak negatif dalam kehidupan sosial, seperti retaknya tali silaturahmi dengan keluarga maupun kerabat, karena setelah kecanduan judol, kebanyakan pemainnya akan meminjam dana ke keluarga dan teman-teman mereka tanpa melunasi, yang berujung putusnya hubungan baik.
BACA JUGA:
Miliki Server di China dan Filipina, Bareskrim Bongkar Jaringan Judi Online Internasional
Judi Online di Kalangan Remaja, Keamanan Digital Harus Diterapkan!
Tak hanya meminjam dana ke keluarga dan kerabat, beberapa pemain yang kecanduan judol nekat melakukan tindak kriminal, seperti pencurian, yang mana mereka harus berurusan dengan hukum.
Dalam upaya menghadapi tingginya kasus judol, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Pada keterangan pers, pemerintah telah memblokir sekitar 807.587 konten-konten judol yang berasal dari situs web dan alamat IP. Serta Kementerian Komunikasi dan Ruang Digital (Kemkomdigi) juga mulai memberlakukan sanksi administratif pada 1 Februari 2025 mendatang.
Namun, pemberantasan judol bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan kesadaran dari masyarakat untuk menolak keras praktik ini. Edukasi digital, penguatan nilai-nilai ekonomi produktif, serta pengawasan keluarga harus ditingkatkan agar masyarakat tidak tergoda oleh iming-iming kekayaan instan yang berujung petaka.
Penulis:
Muhammad Zahran Musyaffa Sanusi Mahasiswa Program Studi Komunikasi Digital Dan Media Sekolah Vokasi IPB University Angkatan 60