JAKARTA,TM.ID: Menteri Koperasi dan UKM (Menkop dan UKM) Teten Masduki mengatakan penyertaan dokumen importasi untuk berjualan produk impor di e-commerce bertujuan menciptakan keadilan tidak hanya untuk pedagang lokal dan impor, tetapi juga pedagang offline dan online.
“Praktik predatory pricing itu harus diakui memang terjadi, terlihat dari harga barang yang murah sekali. Namun kami sedang melihat, apakah ini karena ada barang yang masuk ilegal atau memang tarif bea masuk kita yang terlalu rendah. Kami ingin mengatur supaya platform digital membuat persyaratan kepada para seller-nya. Mereka boleh berjualan produk impor, tetapi harus menyertakan dokumen importasi,” ucap Teten, Jumat (22/9/2023).
Seller atau penjual diperbolehkan berjualan produk impor di platform e-commerce dengaan syarat menyertakan dokumentasi importasi.
BACA JUGA : Pentingnya Pengaturan Social Commerce untuk Mendukung UMKM
Hal itu menjadi salah bahasan aturan perdagangan produk UMKM di e-commerce yang dibahas Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Aturan kebijakan transformasi digital ini diharapkan melahirkan ekonomi baru dan menciptakan keadilan (fairness) dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Dia meminta kepada pihak e-commerce, seperti TikTok untuk menyertakan dokumen tersebut. Sebab, jika tidak dipenuhi, jelas akan melanggar dua undang-undang (UU), yakni terkait penjualan barang selundupan yang memiliki sanksi pidana hingga pelanggaran UU Kepabeanan.
“Kami ingin bekerja sama dengan platform digital karena seller berjualan di dalamnya. Sebab bukan cuma online saja yang jualannya diatur. Di offline juga diatur, kalau ada mal atau toko menjual barang gelap ilegal, juga ada aturannya. Apa yang berlaku di offline juga semestinya berlaku di online, sehingga nanti jika sudah dilakukan, dan itu melanggar, Kemenkominfo bisa langsung menindak platform tersebut,” terang dia.
Eropa sudah menerapkan aturan
Di negara-negara Eropa, menurut Teten, aturan tersebut sudah berlaku. Para pelaku usaha di e-commerce tidak boleh memonopoli data dan harus menerapkan transparansi data.
“Sudah disiapkan Satgas Transformasi Digital, tetapi kita belum punya kebijakan nasionalnya. Kita juga belum punya strategi besarnya, belum ada badannya, karena ini kerja sama lintas sektoral, sehingga harus ada kebijakan yang sama di setiap kementerian,” tutur Teten.
Teten menegaskan, aturan tersebut bukan berarti pihaknya menolak hadirnya produk asing atau impor. Aturan dibuat untuk menciptakan perdagangan antara online dan offline, merespons serbuan produk asing sehingga tercipta ekosistem yang lebih adil.
(Usamah)