JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai simpati Presiden Prabowo Subianto terkait penyitaan aset koruptor disebut sebagai pemakluman terhadap tindakan korup dan kejahatan pencucian uang atau TPPU.
Selain itu, menunjukkan Prabowo sebagai kepala negara gagap dalam melihat kondisi faktual dan aktual seiring perkembangan kejahatan korupsi di tanah air.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, dalam konteks tindak pidana korupsi, Prabowo seharusnya bisa mengetahui bahwa seringkali keluarga koruptor ikut terlibat dalam penggelapan.
Tanpa disadari juga, keluarga koruptor juga kerap menjadi pelaku pasif yang perampung atau menikmati hasil uang kejahatan.
“Salah satu modus yang dilakukan, yakni dengan melakukan pencucian uang untuk mengaburkan asal usul hasil korupsi,” jelas Wana dalam keterangannya, dikutip Minggu (13/04/2025).
Dari data ICW yang dihimpun pada tren penindakan kasus korupsi dari 2015-2023 terdapat 46 kasus korupsi yang melibatkan anggota keluarga.
Adapun seluruh tersangka mencapai 87 orang. Pada rinciannya, 44 persen atau 39 orang di antaranya merupakan anggota keluarga dari tersangka utama yang melakukan tindak pidana korupsi.
BACA JUGA:
Prabowo Perintahkan Hapus Kuota Impor, Bagaimana Nasib Swasembada Pangan?
Praperadilan Hasto Ditolak, ICW: Status Tersangka Bukan Rekayasa
“Simpati yang disampaikan oleh Prabowo patut dipandang sebagai pernyataan kepala negara yang abai terhadap kondisi faktual dan aktual dari perkembangan kejahatan korupsi di Indonesia,” ujar Wana.
Tanpa melihat kondisi keluarga koruptor, kata Wana, seharusnya Prabowo lebih melihat rakyat. Di mana banyak ketidakadilan yang dirasakan oleh mereka, yang menjadi korban dari praktik koruptif para pejabat dan keluargannya.
“Prabowo perlu melihat kenyataan bahwa di Indonesia, ketidakadilan justru banyak dirasakan oleh korban korupsi (masyarakat luas) ketimbang oleh koruptor dan keluarganya,” ungkapnya.
Sehingga, ICW pun mendesak kepala negara tersebut agar mengesahkan Rencana Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Pasalnya, lambannya pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU itu, bisa berpotensi dimanfaatkan oleh para koruptor untuk mengamankan aset mereka hasil dari korup dan pencucian uang dengan menempatkan serta menyamarkan melalui anggota keluarga.
(Saepul)