BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di panggung megah UFC 318 yang akan digelar di Smoothie King Center, New Orleans, dua ikon divisi ringan, Max Holloway dan Dustin Poirier, akan bertemu dalam laga penuh makna — bukan sekadar pertarungan, tetapi simbol transisi generasi di UFC.
Dustin Poirier, yang telah mengumumkan bahwa ini akan menjadi laga terakhirnya, membawa seluruh warisan karier panjangnya ke dalam oktagon.
Di sisi lain, Max Holloway tak sekadar datang untuk mengucap salam perpisahan, ia hadir sebagai penantang serius, siap menancapkan bendera era barunya di kelas ringan.
“Sangat menyebalkan untuk menjadi spoiler, tapi itu harus dilakukan,” ucap Holloway.
Baginya, pertarungan ini adalah batu loncatan penting untuk kembali masuk ke dalam perburuan gelar lightweight dan mencetak sejarah sebagai juara di dua divisi berbeda.
Namun, Holloway tidak melupakan konteks emosional laga ini. Ia mengaku sangat menghormati Poirier rival lamanya yang sudah ia hadapi dua kali, pertama kali di tahun 2012 saat debut di UFC, dan kemudian dalam duel epik tujuh tahun kemudian yang disebut sebagai salah satu pertarungan terbaik dekade ini.
Kini, saat Poirier bersiap menutup lembaran kariernya, Holloway ingin memastikan dirinya tetap jadi bagian utama dalam narasi masa depan UFC.
Ia bahkan berencana kembali menampilkan gaya bertarung khasnya, di mana ia menunjuk ke kanvas dan menantang lawan bertukar pukulan gaya nekat yang membuatnya jadi legenda saat menjatuhkan Justin Gaethje dengan satu detik tersisa di UFC 300.
“Seratus persen, saya akan lakukan itu lagi,” tegas Holloway.
Laga ini bukan hanya soal kemenangan dan kekalahan, tapi tentang warisan, peralihan, dan siapa yang akan dikenang lebih lama setelah pintu oktagon tertutup.
Poirier ingin keluar sebagai pemenang terakhir dalam kariernya. Holloway ingin menegaskan bahwa ia belum selesai justru sedang menuju puncak baru.
Di antara rasa hormat, ambisi, dan emosi, UFC 318 menjanjikan duel yang akan dikenang bukan hanya oleh fans, tapi oleh sejarah MMA itu sendiri.
(Budis)