BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Universitas Gadjah Mada lakukan hilirisasi inovasi varietas padi Gadjah Mada Gogo Rancah 7 (Gamagora) menjadi produk beras premium bernama Presokazi untuk atasi stunting.
Selaku peneliti utama, Prof. Dr. Ir. Taryono, M.Sc., menjelaskan beras Presokazi hadir untuk mengatasi kekurangan zat besi (Fe) dan seng (Zn) yang menjadi penyebab utama gangguan tumbuh kembang anak serta stunting pada ibu hamil dan anak-anak.
Sebagai makanan pokok dengan harga terjangkau dan aksesibilitas tinggi, beras menjadi pilihan strategis untuk mengatasi permasalahan gizi di masyarakat.
Proses Produksi dan Kolaborasi
Beras Presokazi merupakan hasil dari budidaya varietas padi Gamagora 7 dengan menggunakan pupuk inovatif Super Smart Fertilizer (SSF), hasil riset Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM.
“Konsep biofortifikasi untuk meningkatkan kandungan gizi pangan melalui budidaya sebenarnya sudah lama dikembangkan, namun beras Presokazi baru mulai dikembangkan pada tahun 2023,” ungkap Taryono, melansir laman resmi UGM, Jumat (27/12/2024).
Tim peneliti dari Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, bekerja sama dengan pihak swasta dalam mengembangkan beras Presokazi. Awalnya, varietas padi Gamagora 7 hadir untuk menghadapi dampak perubahan iklim terhadap hasil panen petani.
Gamagora 7 memiliki keunggulan berupa ketahanan terhadap lingkungan kering dan tadah hujan, kemampuan melawan serangan hama seperti wereng, serta waktu panen yang lebih singkat, yaitu sekitar 104 hari. Dengan potensi hasil mencapai 9,8 ton per hektare, varietas ini menjadi pilihan menarik bagi petani.
Keunggulan Nutrisi dan Ketahanan Lingkungan
Selain unggul dalam aspek ketahanan, Gamagora 7 secara alami menghasilkan beras yang pulen, kaya protein, serta memiliki kandungan zat besi dan seng yang tinggi berkat penggunaan pupuk SSF berbahan limbah pertanian.
Implementasi riset ini langsung di lahan masyarakat di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dari sinilah gagasan untuk memproduksi beras premium Presokazi muncul.
Namun, proses hilirisasi riset menjadi produk komersial tidaklah mudah. Taryono mengakui perlu adanya biaya tambahan dalam proses pembenahan tanah, penanaman, hingga panen.
Pengembangan pupuk SSF yang efektif juga membutuhkan investasi besar. Selain itu, mengenalkan varietas baru seperti Gamagora 7 kepada petani masih menjadi tantangan besar karena kurangnya pemahaman dan popularitas.
Hingga saat ini, hilirisasi Gamagora 7 telah menjalin kerja sama dengan dua industri besar, yaitu PT. Tunas Widji Inti Nayottama (TWINN) dan PT. Agri Sparta. Taryono berharap beras Presokazi dengan keunggulan nutrisi dan ketahanan pangan yang ditawarkan dapat menarik minat lebih banyak industri untuk mendukung proses komersialisasi.
BACA JUGA: SIDEK-Edu, Aplikasi Keluaran UGM Mudahkan Belajar Akuntansi
“Beberapa perusahaan sudah menunjukkan minat untuk mengadopsi teknologi pengembangan beras Presokazi ini. Bahkan, ada perusahaan swasta yang bersedia memasarkan produk ini secara langsung,” tutup Taryono dengan optimis.
(Virdiya/Budis)