BANDUNG,TM.ID: Dalam gelombang terkini konflik Israel dan Palestina, Operasi Badai Al-Aqsa yang dilancarkan oleh Hamas telah mencuri perhatian dunia. Kejutan muncul ketika kabar menyebutkan bahwa kelompok pejuang Palestina ini berhasil mengecoh sistem pertahanan canggih Israel dengan menggunakan ponsel Huawei. Apakah ini sekadar spekulasi atau ada fakta yang mendukungnya?
Keunggulan Keamanan Huawei
Pemimpin Hamas memanfaatkan ponsel Huawei, seperti HP, tablet, dan laptop, sebagai strategi untuk menghindari deteksi oleh intelijen Israel. Dalam pernyataan yang mengejutkan, Aimen Dean, mantan anggota Al Qaeda dan agen MI6, mengonfirmasi klaim tersebut. Menurutnya, pemimpin dan militan Hamas cenderung menggunakan perangkat Huawei karena sulit disusupi.
Salah satu faktor yang membuat perangkat ini sulit di hack adalah larangan China terhadap penggunaan teknologi Amerika Serikat. Dalam kurun waktu 30 bulan terakhir, pemimpin Hamas menggunakan ponsel Huawei. Kemungkinan besar dilindungi oleh sistem keamanan mandiri Huawei.
BACA JUGA: Huawei Watch GT 4 Rilis di Indonesia, Harga Mulai Rp12 Jutaan
Mengapa AS Tidak Sukai Huawei
BeijingDai, seorang ahli teknologi, ekonomi, dan militer China, memberikan perspektifnya. Ia menyatakan bahwa penggunaan Huawei oleh Hamas bukan hanya sekadar pilihan teknologi, melainkan langkah strategis untuk melindungi informasi dari badan intelijen Barat.
Dalam konteks ini, sanksi yang Amerika Serikat berlakukan terhadap Huawei memainkan peran penting. Larangan menggunakan sistem operasi Android oleh Google mendorong perangkat ini untuk mengembangkan sistem operasi HarmonyOS. Ini menjadi langkah proaktif untuk meningkatkan keamanan perangkat mereka.
Kontroversi di Balik Sanksi AS
Meskipun dituduh berkolusi dengan pemerintah China, perusahaan ini bersikeras bahwa produknya aman dan tidak terlibat dalam spionase. Kontroversi ini terus menjadi sumber perselisihan antara China dan negara-negara Barat.
Penggunaan ponsel Huawei oleh Hamas sebagai bentuk perlindungan terhadap penyadapan intelijen Barat memunculkan pertanyaan kritis. Apakah ini akan menjadi tren di kalangan kelompok pejuang lainnya?
(Kaje/Usamah)