JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menilai, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menunjukkan progresivitas dalam reformasi hukum pidana di Indonesia.
Menurutnya, aturan-aturan saat ini, justru lebih bermasalah dibandingkan dengan ketentuan baru yang diusulkan dalam RUU tersebut.
“Saya heran jika ada yang menyebut KUHAP baru ini berbahaya. Justru yang ada sekarang ini yang lebih berbahaya,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (11/07/2025).
Ia pin merincikan beberapa pasal dalam RUU KUHAP yang dinilai lebih menjawab persoalan hukum acara pidana, salah satunya terkait mekanisme tindak lanjut laporan masyarakat. Dalam KUHAP saat ini, tidak ada ketentuan yang mengatur bagaimana jika laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti oleh penyidik.
“Di KUHAP yang lama, tidak diatur apa yang harus dilakukan kalau laporan masyarakat diabaikan. Itu kan jauh lebih buruk,” tegasnya.
Habiburokhman menuturkan, bahwa dalam RUU KUHAP, terdapat pasal yang memberikan solusi atas persoalan tersebut.
Salah satunya, dalam Pasal 23 Ayat 7, disebutkan bahwa jika dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima tidak ada tindak lanjut dari penyidik, maka pelapor berhak mengadukan penyidik tersebut ke atasan langsung atau pejabat pengawas penyidikan.
BACA JUGA:
RUU KUHAP Sudah Penuhi Aspirasi Publik?
Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pembaruan RUU KUHAP Jangan Buru-buru, Ingatkan Pelanggaran HAM!
Selain itu, RUU KUHAP juga memperkuat hak-hak hukum tersangka, korban, dan saksi, khususnya dalam hal pendampingan hukum. Dalam Pasal 134 huruf D, ditegaskan bahwa tersangka memiliki hak untuk memilih, menghubungi, dan mendapatkan bantuan advokat dalam setiap proses pemeriksaan.
Lebih lanjut, Pasal 32 mewajibkan aparat penegak hukum untuk memberi tahu tersangka tentang hak tersebut.
Habiburokhman juga menyampaikan bahwa dirinya menerima banyak apresiasi dari para pegiat keadilan dan advokat publik atas aturan baru yang memberikan ruang lebih besar bagi pendampingan hukum.
“Banyak sekali aktivis keadilan dan advokat publik yang menyampaikan terima kasih atas aturan ini. Karena di RUU ini jelas disebutkan bahwa tersangka berhak memilih dan berkomunikasi dengan advokat dalam setiap pemeriksaan,” pungkasnya.
(Saepul)