JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-BUMINU SARBUMUSI) menyatakan kritik terhadap kinerja Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
Ali Nurdin yang Notabene pengusul adanya kementerian ini, menilai kinerja KP2MI sejak dilantik masih terkesan serampangan dan cenderung seremonial tanpa menyentuh isu-isu substansial perlindungan pekerja migran.
Pernyataan ini muncul dalam rapat pengurus pusat F-BUMINU SARBUMUSI yang diadakan di Graha Sarbumusi, Jakarta Pusat, pada Selasa (10/12/2024).
Rapat yang dihadiri oleh para ketua bidang, sebagian besar mantan pekerja migran, menyoroti berbagai kekurangan dalam langkah-langkah awal KP2MI.
Kritik terhadap Internal KP2MI
Ali Nurdin menegaskan bahwa KP2MI belum mampu melakukan konsolidasi internal yang baik, sehingga berimbas pada komunikasi publik yang kurang terarah.
“KP2MI belum mampu mengonsolidasikan SDM internalnya, dan ini berdampak pada komunikasi publik yang serampangan,” ujar Ali.
Ia juga mengkritik lemahnya bangunan kemitraan KP2MI dengan NGO, serikat buruh migran.
“Kementerian ini membutuhkan masukan dari berbagai elemen lintas sektor, tetapi hingga kini upaya tersebut belum terlihat,” tambahnya.
Menolak Penggunaan Paspor Khusus PMI F-BUMINU anggap Kebijakan Ngawur
Salah satu kebijakan yang dianggap ngawur adalah rencana KP2MI untuk membuat paspor khusus bagi pekerja migran. Menurut Ali, langkah ini justru memperkuat stigma diskriminasi. terhadap PMI.
“Paspor khusus ini seolah mempertahankan status PMI sebagai profesi rendahan, yang jelas menyakitkan bagi kami yang pernah menjadi PMI,” ungkapnya dengan nada tegas.
Fokus Kerja yang Dinilai Tidak Tepat
Ali juga menilai KP2MI terlalu fokus pada penyidakan dan pemulangan pekerja migran non-prosedural, sementara persoalan mendasar belum tersentuh.
“Kerja seperti ini seperti tukang pemadam kebakaran. PR besar yang lebih penting menyentuh pada akar persoalan, masyarakat nekat bermigrasi itu akibat faktor kebutuhan, sempitnya lapangan kerja terutama bagi yang berpendidikan rendah, serta masih sulit dan berbelitnya pemberangkatan yang resmi,” jelasnya.
“Sementara sindikat pemberangkatan non-prosedural yang cenderung pada TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) justru melibatkan berbagai lembaga negara, seperti imigrasi dan otoritas bandara dan dan lembaga lainnya juga ikut bermain. Maka “Pemerintah sendiri seolah terlibat dalam praktik ini. Jika pemerintah serius, pelakunya jelas dan bisa ditindak,” kata Ali.
Harapan untuk KP2MI
Ali Nurdin berharap KP2MI segera memperbaiki dan meningkatkan kapasitas internal, membuka peluang yang lebih luas, memperkuat kemitraan lintas sektor, dan memberikan pelayanan yang mudah, transparan, Ia juga meminta KP2MI berani mengambil langkah konkret untuk mengatasi berbagai persoalan lainnya.
“Jika layanan resmi lebih mudah, transparan, dan berpihak kepada masyarakat, maka pekerja migran tidak akan lagi terjebak dalam pemberangkatan non-prosedural,” pungkas Ali.
Kritik ini mengingatkan bagi KP2MI untuk segera meningkatkan kinerjanya, mengingat tugas besar dalam melindungi pekerja migran Indonesia di tengah tantangan global.
(Agus Irawan/Usk)