BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi mengeluarkan aturan baru terkait pedoman perjanjian jual beli listrik berbasis Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Aturan ini menyatakan bahwa perjanjian jual beli EBET berlaku hingga 30 tahun.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.
Regulasi ini menjadi aturan ketiga yan dirilis oleh Kementerian ESDM melalui Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sejak awal tahun 2025.
Permen ESDM No 5 Tahun 2025 ini ditetapkan untuk mewujudkan ketahanan energi melalui pemanfaatan energi terbarukan melalui percepatan pengembangan energi terbarukan (EBT) untuk penyediaan tenaga Listrik.
Aturan baru ini merupakan aturan turunan dari Peraturan presiden nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bahwa regulasi yang baru di sahkan ini akan menjadi pedoman mengenai jual beli tenaga listrik berbasis Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Dalam Permen ini mengatur kurang lebih Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) terhadap sembilan jenis Energi Baru Terbarukan yang tertulis dalam pasal 3 sebagai berikut:
- pembangkit listrik tenaga panas bumi;
- pembangkit listrik tenaga air;
- pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik;
- pembangkit listrik tenaga bayu;
- pembangkit listrik tenaga biomassa;
- pembangkit listrik tenaga biogas;
- pembangkit listrik tenaga energi laut; dan
- pembangkit listrik tenaga bahan bakar nabati
Kementerian menyatakan bahwa sosialisasi terkait regulasi baru ini akan dijadwalkan berlangsung di minggu depan. Regulasi ini penting terutama bagi industry, mitar, vendor, lender, dan seluruh pemangku kepentinngan yang berada di sektor EBET.
“Perlu disimak oleh industri, mitra, vendor, lender dan semua stakeholder. Jual beli listrik untuk excess power bagi PLTA, overhead steam dari PLTP, bagaimana least cost ditentukan untuk mengambil EBET, bagaimana posisi lender,” ungkap Eniya dikutip dari Kontan.co.id pada Sabtu (8/3/2025).
Lebih lanjut, Eniya mengungkapkan pola pembangunan dan pengoperasian dalam PJBL akan dilakukan melalui dua sistem yaitu build-own-operate (BOO) atau build, own, operate, transfer (BOOT).
“Boleh BOO atau BOOT sesuai kesepakatan, semua harga EBET di wilayah usaha non-PLN harus sesuai Perpres 112 dan banyak lagi yang lain,” tambahnya.
Jangka Waktu Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
Aturan baru ini mengatur terkait jangka waktu PJBL EBET yang berlaku hingga 30 tahun. Hal ini tercantum dalam Pasal 5 yang menyebutkan:
(1) PJBL dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak terlaksananya COD dan dapat diperpanjang tanpa memperhitungkan biaya investasi awal.
(2) Jangka waktu PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh PT PLN (Persero) dengan mempertimbangkan tingkat keekonomian proyek dan jenis pembangkit tenaga listrik yang digunakan.
(3) Dalam hal PJBL diperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harga jual tenaga listrik untuk perpanjangan jangka waktu PJBL mengacu pada harga patokan tertinggi setelah tahun ke 10 (sepuluh) (staging 2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BACA JUGA:
Buat Inovasi Energi Terbarukan, Mahasiswa UM Raih Medali Emas di Indonesian Science Competition
Pertamina Genjot Pengembangan Biofuel untuk Capai Swasembada Energi
Aturan ini juga menjelaskan terkait perjanjian mengenai berakhirnya PJBL, yang tertuang dalam pasal 25 sebagai berikut:
(1) PJBL berakhir apabila:
- jangka waktu PJBL berakhir;
- pengakhiran oleh salah satu pihak karena cidera janji (wanprestasi);
- tidak dapat tercapai pendanaan;
- PPL pailit atau dilikuidasi;
- keadaan kahar; dan/atau
- ketentuan dan kondisi lain yang disepakati para pihak yang tercantum dalam PJBL.
(2) PT PLN (Persero) berhak untuk melakukan pengakhiran
PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila perhitungan Liquidated Damage telah mencapai nilai maksimal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan konsekuensi atas berakhirnya PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati dan dimuat dalam PJBL.
(4) Selain ketentuan berakhirnya PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan berakhirnya PJBL untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan berakhirnya izin panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi.
(5) Berakhirnya PJBL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) harus dilaporkan oleh PPL dan/atau PT PLN (Persero) kepada Menteri dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Ketenagalistrikan dan Direktur Jenderal EBTKE.
Selain bertujuan untuk mewujudkan ketahanan energi melalui pemanfaatan energi terbarukan melalui percepatan pengembangan energi terbarukan (EBT). Munculnya Permen ini juga berpotensi meningkakan investasi di sektor EBT Indonesia.
(Raidi/Budis )