BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina menuding Amerika Serikat (AS) menjadi tangan dingin dibalik penggulingan kekuasaannya.
Tuduhan ini datang setelah ia menolak untuk menyerahkan Pulau Saint Martin, sebuah wilayah strategis di Teluk Benggala, kepada Washington.
Tuduhan ini mengungkapkan kerumitan geopolitik yang sedangterjadi di kawasan Asia Selatan, di mana kekuatan besar berlomba untuk memperoleh pengaruh.
Pulau Saint Martin, yang dikenal secara lokal sebagai Narikel Zinzira atau Pulau Kelapa adalah sebuah pulau kecil seluas tiga kilometer persegi di bagian timur laut Teluk Benggala.
BACA JUGA: Kerusuhan Bangladesh, Menlu Retno Siapkan Evakuasi Seluruh WNI
Pulau tersebut berada di sekitar sembilan kilometer selatan ujung semenanjung Cox’s Bazar-Teknaf, menjadikannya titik paling selatan dari Bangladesh.
Meskipun secara strategis tidak luas, posisi strategis pulau ini sangat penting karena potensinya untuk menjadi pangkalan militer yang bisa mengontrol wilayah Teluk Benggala.
Menurut laporan yang dipublikasikan oleh harian India, The Economic Times, Sheikh Hasina menuduh bahwa AS berupaya menggulingkannya dari kekuasaan karena penolakannya untuk menyerahkan Pulau Saint Martin.
Laporan tersebut mengutip sumber-sumber dekat Hasina yang mengatakan bahwa AS menawarkan dukungan politik sebagai imbalan atas penyerahan pulau tersebut.
Namun, Hasina memilih untuk tidak mengorbankan kedaulatan negaranya, meskipun tahu bahwa ini akan memperbesar risiko penggulingan dirinya.
Teluk Benggala adalah kawasan yang sangat penting dalam dinamika geopolitik global. Terletak di pertemuan Asia Selatan dan Asia Tenggara, wilayah ini menjadi pusat perhatian bagi berbagai kekuatan besar, termasuk AS, Cina, dan India.
Dengan akses langsung ke Samudra Hindia, kontrol atas Teluk Benggala memberikan keuntungan strategis yang signifikan, terutama dalam hal pengawasan lalu lintas maritim dan potensi sumber daya alam.
Pulau Saint Martin, meskipun kecil, merupakan aset strategis yang penting dalam konteks ini. Pengendalian atas pulau ini berarti pengendalian atas salah satu jalur laut tersibuk di dunia, serta kemampuan untuk mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di kawasan tersebut.
Tidak heran jika AS tertarik untuk mendapatkan pengaruh di pulau ini, terutama dalam konteks meningkatnya persaingan dengan Cina di Samudra Hindia.
Penggulingan Sheikh Hasina memiliki dampak yang luas, baik secara domestik maupun internasional. Di dalam negeri, pengunduran dirinya memicu kerusuhan politik yang meluas, dengan protes besar-besaran yang menuntut penghapusan sistem kuota dalam pekerjaan publik.
Menurut laporan, setidaknya 580 orang tewas sejak 16 Juli dalam protes menentang pemerintah Hasina, dengan puncaknya terjadi antara 4 dan 6 Agustus.
Penggulingan Hasina menimbulkan ketidakpastian politik di Bangladesh, sebuah negara yang telah lama menjadi sekutu penting bagi AS di Asia Selatan.
Dengan pembentukan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Muhammad Yunus, masa depan politik Bangladesh tetap tidak pasti, dan pengaruh asing, terutama dari AS, akan terus dipantau dengan cermat.
Putra Hasina, Sajeeb Wazed, yang tinggal di AS, menanggapi laporan tentang pengunduran diri ibunya dengan menyatakan bahwa pernyataan tersebut sepenuhnya salah dan dibuat-buat.
Dia menegaskan bahwa Hasina tidak membuat pernyataan apa pun sebelum atau setelah meninggalkan Dhaka, menimbulkan spekulasi lebih lanjut tentang situasi politik yang sebenarnya terjadi di Bangladesh.
(Saepul/Aak)