Ekonom INDEF Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Bebani Masyarakat dan Industri

Penulis: usamah

Apindo Ekonomi Melambat PHK
Ilustrasi- Pekerja Pabrik Tekstil (Antara)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kembali kebijakan menaikkan PPN 12 persen tahun 2025. Penjelasan itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI.

Menurut Menkeu, kebijakan kenaikan PPN 12 persen di tahun 2025 sudah atas persetujuan DPR. Bahkan sudah ada undang-undangnya yang harus dilaksanakan.

“Artinya ketika kita membuat kebijakan perpajakan termasuk PPN ini, tidak membabi buta. Kami sudah membahas dengan ibu bapak sekalian (anggota DPR), sudah ada undang-undangnya,” ucap Sri Mulyani seperti teropongmedia kutip dari laporan rri.

Menurut Menkeu, yang harus disiapkan bagaimana kebijakan itu dapat berjalan disertai penjelasan pada masyarakat. “Karena APBN harus dijaga kesehatannya, tapi pada saat yang lain APBN harus berfungsi pada saat krisis,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani juga mengatakan, tidak semua sektor akan terdampak kenaikan PPN 12 persen. Karena ada juga yang tarifnya diberikan di bawah 12 persen bahkan dibebaskan pajaknya seperti sektor kesehatan dan pangan.

Polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen di tahun 2025 kembali mencuat. Kebijakan tersebut dinilai akan membebani masyarakat dan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

“Masalahnya, kebijakan itu diterapkan pada saat tingkat konsumsi rumah tangga sedang menurun. Jika tetap diberlakukan akan menggerus daya beli masyarakat dan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi,” kata ekonom dari INDEF, Eko Listiyanto dalam diskusi publik Senin (18/11/2024).

Sementara peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan kenaikan PPN 12 persen akan berdampak negatif pada sektor industri. Pembelian bahan baku yang terkena PPN akan menaikkan biaya produksi.

BACA JUGA: PPN Indonesia Bakal Jadi Tertinggi di ASEAN, Gegara Dinaikan 12%

“Dengan daya beli yang melemah, sementara terjadi kenaikan biaya produksi, akan menyebabkan utilisasi menurun. Penjualan akan berkurang karena permintaan juga menurun,” kata Ahmad Heri.

Jika penurunan terus terjadi, bukan tidak mungkin industri akan melakukan efisiensi. Misalnya dengan mengurangi tenaga kerja atau jam kerja.

INDEF sendiri pernah melakukan simulasi saat kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen di tahun 2022. Hasil simulasi menunjukkan, pertumbuhan ekonomi akan turun 0,17 persen dan konsumsi rumah tangga akan turun 0,26 persen.

 

(Usk)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
jemaah indonesia terancam batal umrah
Imbas Konflik Timur Tengah, Jemaah Indonesia Terancam Batal Umrah
Yuki Kato
Disorot Usai Bicara Soal Tekanan Sosial Menikah, Yuki Kato: Emang Kenapa Masuk Kepala Tiga?
Christin Novalia Simanjuntak
Meriah, Christin Gelar Potong Tumpeng Bersama Warga Cijengkol
Pasha Ungu
Pasha Ungu Naik Pitam Soal Kekerasan Kepada Kiesha Alvaro di Lokasi Syuting
Polri Pahlawan Masa Kini
Heboh Video Polisi 'Pahlawan Masa Kini', Ini Kata Mabes Polri
Berita Lainnya

1

Link Live Streaming AVC Nations Cup 2025 Putra Indonesia Vs Australia Selain Yalla Shoot

2

Christin Bersama Ratusan Kader Bekasi Peringati Bulan Bung Karno

3

Ida Fauziyah: PKB Lahir dari Rahimnya NU

4

Bandung Siapkan Angkot Modern Ber-AC, Supir Digaji Pemkot, Era "Ngetem" Segera Berakhir

5

SPMB 2025 Resmi Dibuka, SMPN 2 Bandung Siap Terima 374 Siswa dengan Mekanisme Tes Online
Headline
BSU CAIR-1
BSU Tahap I Mulai Cair ke 2,45 Juta Pekerja
Duh! Harga Emas Antam Anjlok Rp 10.000 Hari Ini
Gunung Ibu erupsi
Waspada! Gunung Ibu Kembali Erupsi Pagi Ini
Oklahoma City Thunder
Oklahoma City Thunder Raih Gelar Juara NBA 2025 Usai Kalahkan Indiana Pacers

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.