BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Donald Trump menyatakan dukungannya untuk TikTok meski sempat memblokir media sosial asal China tersebut saat menjadi presiden. TikTok saat ini terancam diblokir di Amerika Serikat jika pemilik China-nya tidak mau melepas saham ke pihak lain.
“Saya mendukung TikTok karena Anda memerlukan kompetisi. Jika Anda tidak memiliki TikTok, Anda [cuma] punya Facebook dan Instagram,” Kata Trump.
Calon sekaligus mantan presiden Amerika Serikat dari Partai Republik itu sebelumnya menyebut TikTok yang digunakan oleh 170 juta orang AS, sebagai ancaman tetapi kemudian menyatakan dukungan kepada TikTok bulan lalu.
Trump saat ini malah mengkritik Facebook dan Instagram milik Meta Platforms karena menskorsnya selama dua tahun setelah kerusuhan mematikan di Capitol Hill pada 6 Januari 2021.
Saat menjabat sebagai presiden, Trump mengeluarkan perintah untuk memblokir TikTok dan WeChat milik China pada tahun 2020. Namun, kebijakan tersebut dibatalkan oleh pengadilan.
Pada Juni 2021, Joe Biden mengikuti jejak Trump. Biden mengesahkan UU yang diajukan oleh Kongres AS yang memaksa TikTok dijual pada awal 2025 atau diblokir.
Trump memegang saham mayoritas di perusahaan media sosial Trump Media and Technology Group kemudian mengoperasikan jaringan saingannya Truth Social. Trump Media memiliki kapitalisasi pasar sebesar US$7 miliar meskipun pendapatan kuartalannya sekitar US$770.000.
Pada September, pengadilan banding AS akan mengadakan argumen lisan mengenai tantangan hukum terhadap undang-undang baru yang mewajibkan ByteDance yang berbasis di China untuk mendivestasi aset TikTok di AS pada 19 Januari atau akan diblokir di AS.
BACA JUGA: TikTok LIVE Gelar Kompetisi Gimme The Mic, Cek Cara Daftarnya!
Sidang di hadapan Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia akan menempatkan nasib TikTok di tengah minggu-minggu terakhir pemilihan presiden tahun 2024.
Ditandatangani oleh Biden pada 24 April, undang-undang tersebut memberi ByteDance waktu hingga 19 Januari untuk menjual TikTok atau menghadapi larangan. Gedung Putih mengatakan mereka ingin melihat kepemilikan yang berbasis di China diakhiri dengan alasan keamanan nasional.
(Kaje/Usk)