BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) telah melakukan sidang etik kelanjutan dari pembekuan gelar doktor Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Hasilnya, Bahlil harus mengulang disertasinya.
Disertasi Bahlil untuk studi doktoral tersebut bertajuk Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
“Diharuskan mengulang,” kata Guru Besar FIB Universitas Indonesia Prof Manneke Budiman, Jumat (28/2/2025).
Dia melanjutkan, apabila Bahlil tidak mengulang maka dirinya harus mengundurkan diri. Diketahui, Bahlil mengikuti program doktoral di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) UI. Adapun sidang terbuka promosi doktor Bahlil dilakuan pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Bahlil meraih gelar doktor dalam tempo sangat cepat, kurang dari 3 tahun, sehingga memicu sorotan publik. UI pun melakukan investigasi. Sebagai hasil investigasi, pada November 2024, UI menangguhkan kelulusan Bahlil Lahadalia dalam Program Doktor (S3) SKSG sembari menunggu sidang etik. UI juga meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan yang timbul terkait itu.
BACA JUGA:
Gelar Doktor Bahlil Belum Tentu Ditangguhkan, UI Gelar Sidang Etik!
Pasalnya hal ini dilakukan karena empat pelanggaran, tertulis bahwa DGB UI telah melakukan investigasi mendalam dengan penuh kehati-hatian. Hasilnya ditemukan empat pelanggaran oleh Bahlil:
- Pertama, ketidakjujuran dalam pengambilan data. Disebutkan data penelitian disertasi diperoleh tanpa izin narasumber dan tidak transparan dalam penggunaannya.
- Kedua, pelanggaran standar akademik, Bahlil diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan.
- Ketiga, perlakuan khusus dalam proses akademik. Disebut Bahlil mendapat keistimewaan mulai dari pembimbingan hingga kelulusan, termasuk perubahan penguji secara mendadak.
- Terakhir, ada konflik kepentingan. Dijelaskan promotor dan kopromotor memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan yang diatur Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara.
“Alasannya tampaknya sama dengan yang sudah beredar di mana-mana, pelanggaran etika akademik,” tutup dia.
(Kaje/Budis)