JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Perundungan (bullying) diduga kuat menjadi salah satu pemicu kasus bunuh diri mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) pada Senin (12/8/2024).
Kasus bunuh diri mahasiswi tersebut sedang menempuh Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Undip tersebut kini sedang dalam penanganan Polsek Gajahmungkur.
Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono mengatakan, jenazah korban ditemukan pada Senin (12/8) pukul 23.00 WIB, di kamar kosnya di Kelurahan Lempongsari.
Di TKP, polisi menemukan buku harian yang mengungkapkan bahwa korban mengalami masa sulit selama kuliah kedokteran serta menyinggung soal urusan dengan seniornya.
Kompol Agus selanjutnya mengatakan, diduga korban sudah melakukan komunikasi dengan ibunya. Berdasarkan catatan dalam buku hariannya, korban merasakan beban berat baik terkait mata kuliah maupun masalah dengan senior-seniornya.
Bahkan, lanjut dia, ibu korban menyadari putrinya sempat meminta resign karena sudah tidak kuat menghadapi berbagai masalah.
“Sudah curhat sama ibunya, satu mungkin sekolah, kedua mungkin menghadapi seniornya, seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini itu, ini itu, keras,” terang Agus.
BACA JUGA: Contoh Pidato Bullying Menginspirasi “Mengubah Rasa Takut Menjadi Kekuatan”
Reaksi DPR RI
Kasus bunuh diri mahasiswi Kedokteran Undip ini mendapat perhatian serius dari DPR RI, karena diduga terkait dengan masalah perundungan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menegaskan, kasus ini tidak bisa ditoleransi. Oleh karena itu, pihaknya meminta aparat hukum segera menindak tegas para pelaku perundungan.
Fikri menilai, sangat miris mendengar berita seperti ini. Kenapa kasus perundungan yang pernah terjadi di STPDN (sekarang IPDN) hingga berujung kematian, kembali terjadi.
“Sekarang kita mendengar FK yang konon sudah dari dulu seperti ini, bahkan tidak hanya (terjadi) di satu kampus ini saja. Segera usut tuntas kasus ini karena (korban) dirundung terus menerus. APH (Aparat Penegak Hukum) harus segera bergerak memberikan efek jera,” ungkap Fikri dalam keterangan DPR RI, di Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Tidak ingin korban perundungan semakin banyak berjatuhan, Politisi Fraksi PKS itu mendorong pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk membenahi seluruh sistem manajemen perguruan tinggi.
Tanpa pembenahan ini, pendidikan Indonesia tidak akan bisa melahirkan generasi yang menerapkan penuh nilai-nilai Pancasila.
Jika ajang perundungan dirawat untuk mencetak generasi tangguh, menurut Fikri, argumen ini tidak masuk nalar. Sebab itu, ia menegaskan pembenahan yang berlandaskan pada hasil evaluasi komprehensif nan solutif harus dilakukan. Pembentukan satuan tugas khusus, menurutnya, perlu dipertimbangkan.
Ditegaskan, perundangan sangatlah tidak manusiawi. Maka pendidikan yang humanistik dan sesuai budaya Indonesia yang sopan dan religius saling menghormati, harus dikembalikan.
“Karena ini sudah lama dan membudaya maka penyelesaiannya harus sistemik dan berkelanjutan dilakukan oleh satgas khusus. Ini darurat,” tegas jebolan doktoral dari Undip ini.
(Aak)