JAKARTA,TM.id : Seiring ekosistem kendaraan listrik (Elektric Vehicle/EV) yang mulai masif di Indonesia, PLN sebaiknya menggandeng pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Dalam menggenjot populasi kendaraan listrik ini, pemerintah telah merancang program pemberian insentif bagi pembeli mobil atau motor listrik, termasuk pemilik motor yang mengkonversi motor BBM-nya ke mesin listrik.
Pengamat Ekonomi Energi Unversitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, jika pasar EV dalam negeri sudah terbentuk, tentunya PLN akan berinvestasi dalam pengadaan SPKLU di seluruh wilayah Indonesia.
SPKLU akan menjadi investasi yang prospektif seperti halnya penyedian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk memenuhi kendaraan berbahan bakar minyak.
Di sisi lain, guna penguatan ekonomi di level menengah bawah, Fahmy menyarankan agar PLN menggandeng UMKM dalam penyediaan SPKLU.
Namun PLN juga harus konsisten dalam menjalankan program migrasi dari penggunaan batu bara ke energi baru dan terbarukan.
BACA JUGA: Kendaraan Listrik Disubsidi, DPR Minta Kaji Ulang
Menyinggung soal rencana pemerintah dalam program pemberian insentif kendaraan listrik, menurutnya hal ini menjadi bagian tak terpisahkan dalam pembentukan ekosistem industri nikel, baterai hingga mobil listrik, utamanya dalam menciptakan pasar (market creation).
Insentif juga digelontorkan untuk menekan harga kendaraan listrik yang saat ini masih mahal di pasaran.
Dengan begitu, program insentif diharapkan dapat mendorong migrasi konsumen ke kendaraan ramah lingkungan itu.
Namun ia menyarankan agar pemerintah jangan sampai kebablasan dalam menciptakan pasar kendaraan listrik ini terkait program pemberian insentif.
Sebab, program insentif kendaraan listrik bisa membuat pasar dalam negeri kebanjiran produk impor dan perusahaan asing.
Pemerintah harus menyodorkan sejumlah syarat yang tidak sekedar keharusan pabrik di Indonesia, tetapi juga harus mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 75 persen.
“Dalam penciptaan pasar kendaraan listrik, Pemerintah harus mewaspadai jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai oleh produk impor dan perusahaan asing, seperti industri otomotif konvensional,” ujar Fahmy.
Menurutnya, pemerintah juga harus mensyaratkan transfer teknologi, khususnya technological capability dalam waktu lima tahun.
Kalau persyaratan tersebut dipenuhi, pada saatnya kendaraan listrik dapat diproduksi sendiri oleh anak-bangsa, yang dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri.
Dikatakan, keputusan pemerintah untuk memperluas penciptaan pasar kendaraan listrik ke sektor konsumen pribadi lantaran penciptaan pasar EV melalui kendaraan dinas tidak begitu besar.
“Dengan demikian, pemberian subsidi ini bukan semata-mata memberikan subsidi bagi orang kaya yang mampu membeli kendaraan listrik, tetapi lebih untuk mempercepat migrasi dari kendaraan fosil ke kendaraan listrik, yang ramah lingkungan,” ujar dia.
Fahmy menyebut banyak negara lain yang juga memberikan insentif serupa bagi kendaraan listrik secara memadai dan berkelanjutan, di antaranya Amerika Serikat, China, Norwegia, Belanda, dan Jepang, termasuk sejumlah negara berkembang seperti Thailand, Vietnam, India, dan Sri Langka.
“Melalui insentif kendaraan listrik ini diharapkan ke depan akan tercipta penggunaan energi ramah lingkungan dari hulu hingga hilir, sehingga bukan mustahil bagi Indonesia mencapai zero carbon pada 2060,” kata Fahmy.
(Budis)