JAKARTA, TM.ID: Ketua Badan Anggaran (Banggar ) DPR RI, Said Abdullah mempersoalkan pemerintah yang masih ketergantungan impor pada bahan -bahan pokok.
Dia turut menyinggung soal potensi sulitnya mendapatkan pasokan komoditif impor, imbas dari gejolak di dunia internasional.
“Hampir sepuluh tahun ini pemerintah belum berhasil mengatasi ketergantungan impor minyak bumi, beras, jagung, gula, kedelai, daging, dan bahan pangan pokok rakyat lainnya.Adanya perang kita terancam susah mendapatkan pasokan, dan harganya tinggi, ditambah membayar dengan Dolar AS yang saat ini masih tinggi. Itu yang kita hadapi saat ini,” katanya, Kamis (26/10/2023).
Said turut menyoroti naiknya harga beras. Faktor kekeringan yang terjadi saat ini menjadi satu diantara faktor yang menyebabkan kenaikan harga beras hingga mencapai 27 persen, hingga menuntun pada kondisi inflasi beras.
Menurutnya dengan adanya fenomena tersebut jadi bukti kalau beberapa program pemerintah terkait pangan belum berjalan efektif.
BACA JUGA: Harga Cabe Rawit Pekan Ini Melasat Pedas, sementara Beras Mulai Mandeg
“Soal kasus beras, banyak sawah kekeringan, dan selama Agustus – September 2023 harga yang naik hingga 27 persen. Akibatnya terjadi inflasi mencapai 5,6 persen tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Ini menjadi sinyal ke pemerintah program embung dan bendungan belum bekerja baik.Sementara itu untuk program food estate juga belum mampu menjadi penyedia pasokan,” ungkap Said.
Said mendorong supaya pemerintah mempersiapkan kebijakan fisikal yang kuat dan sistematis menghadapi hal ini. Sehingga kebijakan yang dijalankan komprehensif,tidak sepotong sepotong yang jelas tidak menyelesaikan masalah. Bahkan ia menyampaikan bahwa Badan Anggaran DPR telah mendorong pemerintah melakukan percepatan dan penambahan program bansos kepada rakyat.
“Penyaluran bansos tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah merupakan faktor penting bansos menolong hajat hidup rumah tangga miskin,” tegas Said.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan rakyat sampai 6 bulan ke depan, terutama komoditas yang impor seperti beras, jagung, kedelai, gula,daging,minyak bumi dan lainnya.
Said pun menambahkan, untuk menghindari konflik kepentingan maka pelaksanaan impor dan minyak bumi sebaiknya melalui BUMN.
Pelaksanaan kebijakan impor pangan dan minyak bumi harus melalui BUMN untuk menghindari konflik kepentingan, apalagi perburuan renten menjelang pelaksanaan pemilu 2024, agar fair dan adil buat semua kontestan, untuk memperkuat peran BUMN.
“Untuk itu, pemerintah juga harus memastikan kesiapan BUMN sebagai pelaku impor. BUMN juga harus memiliki pencadangan dolas AS atau mata uang internasional lainnya untuk mengurangi selisih kurs tinggi terhadap mata uang asing,” ucapnya.
BACA JUGA: Kabar Gembira, Bansos Beras Akan Diperpanjang Sampai Maret 2024
Politisi PDIP ini menegaskan, bukan hanya bergantung pada komoditas impor.Namun, kesiapan program infrastruktur juga harus dipastikan terlebih karena sudah dianggarkan sampai triliuna rupiah. Infrastruktur yang direncanakan bisa perlahan menopang dan mencukupi kebutuhan pangan dan energi secara mandiri.
Dalam sisi moneter, ia menyinggung Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang sudah digulirkan oleh Bank Indonesia beberapa waktu silam.
SRBI adalah instrumen operasi yang menggunakan underlying asset Surat Berharga Negara (SBN).
Selain itu, ia menegaskan mitigasi terhadap APBN harus diperhitungkan, termasuk kemampuan BI menggunakan SRBI menahan tekanan eksternal.
“Secara subtansi tidak berbeda dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penggunaan SBN sebagai penjaminan SRBI harus hati-hati digunakan oleh BI dalam operasi moneter untuk pengendalian tekanan Dolas AS terhadap rupiah. Apalagi sejak awal kita mengetahui kebijakan suku bunga tinggi yang dilakukan The Fe akan berlangsung lama dan panjang,” ucapnya.
Laporan wartawan Jakarta : Agus Irawan