BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mulai mengambil langkah konkret dalam membenahi sistem transportasi publik dengan menguji coba pengalihan trayek atau rerouting angkutan kota (angkot).
Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar menuju pengembangan sistem Bus Rapid Transit (BRT) yang modern dan terintegrasi.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, Rasdian Setiadi, mengatakan meskipun belum ada keputusan penghapusan trayek angkot, penataan ulang sangat dibutuhkan seiring perkembangan transportasi massal di kota ini.
“Saat ini terdapat 39 trayek angkot di Kota Bandung. Kita belum bicara soal penghapusan karena itu menyangkut regulasi. Tapi secara bertahap, kita perlu melakukan penyesuaian sistem agar sesuai dengan kebutuhan dan efisiensi layanan,” kata Rasdian Setiadi di Balai Kota Bandung, Rabu (23/7/2025).
Baca Juga:
Bandung Masuk 10 Besar Proyek Investasi Nasional, PJU Rp426 Miliar Siap Tarik Investor Besar
Gagal Mesra! Niat Sejoli Rekam Romantis, Malah HP Dibawa Kabur Monyet di Tahura Bandung
Sebagai tahap awal, tahun ini Pemkot Bandung akan melakukan uji coba rerouting pada enam trayek angkot, yang sebagian besar berada di kawasan seperti Cicaheum dan Cibereum wilayah yang berpotensi bersinggungan dengan koridor BRT.
“Uji coba dilakukan terhadap enam trayek terlebih dahulu karena keterbatasan anggaran. Nantinya akan dievaluasi untuk dikembangkan lebih lanjut di tahun berikutnya,” ucapnya.
Langkah tersebut tak dilakukan secara sepihak. Dishub Kota Bandung turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti organisasi angkutan dan perwakilan sopir, guna memastikan proses berjalan lancar dan minim konflik di lapangan.
Rencana rerouting angkot ini juga tak bisa dilepaskan dari proyek besar pengembangan sistem BRT. Saat ini, Pemkot Bandung masih menanti hasil kajian akhir dari World Bank yang akan menjadi dasar model integrasi transportasi, termasuk skema subsidi dan pola operasional yang akan digunakan.
“World Bank sedang menyusun kajian menyeluruh, termasuk menentukan apakah skemanya menggunakan rerouting, PIDR (Public Infrastructure Development and Reform), atau bentuk lainnya. Termasuk juga bentuk subsidi yang tepat, seperti subsidi BBM atau opsi lain,” ujarnya.
Kajian tersebut juga akan menyoroti dampak sosial ekonomi dari transformasi sistem ini, mulai dari nasib para pengemudi angkot, keberadaan pedagang kaki lima (PKL), hingga desain lokasi halte dan depo BRT yang akan dibangun.
“World Bank sudah turun langsung ke lapangan untuk menilai siapa saja yang akan terdampak oleh perubahan ini. Target kami, kajian selesai tahun ini agar pembangunan halte dan depo bisa segera dimulai,” katanya.
Rasdian pun menambahkan, Pemkot Bandung memiliki visi jangka panjang untuk menghadirkan layanan transportasi publik yang lebih efisien, nyaman, dan ramah lingkungan. Salah satunya melalui transformasi angkot menjadi “angkot pintar” yang mengusung konsep digitalisasi, efisiensi energi, serta peningkatan kualitas layanan.
“Transformasi ini tak hanya soal infrastruktur, tapi juga perubahan budaya transportasi di Kota Bandung,” pungkasnya. (Kyy/_Usk)