BANDUNG, TM.ID: Akademisi Unsoed (Universitas Jenderal Soedirman) Purwokerto, Dr Indaru Setyo Nurprojo menegaskan bahwa Calon Presiden (Capres) jangan sampai salah memilih figur Calon Wakil Presiden (Cawapres)-nya. Sebab, Cawapres memiliki posisi strategis untuk mendongkrak kemenangan pada Pemilu 2024 mendatang.
Dengan demikian semua capres beserta koalisi partai politiknya harus ekstra hati-hati dalam menentukan cawapres pendampingnya.
“Hingga saat ini masih memilah figur calon cawapresnya, sehingga masing-masing capres belum mengumumkan siapa cawapresnya,” ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed, seperti dilansir Antara, Rabu (12/7/2023).
BACA JUGA: Survei Capres, IPN: Anies Baswedan Paling Disukai Beda Tipis dengan Prabowo
Popularitas Bukan Penentu
Menurutnya, para capres itu sekarang sedang memperhitungkan siapa pendamping yang tepat, walaupun mereka sudah mengantongi beberapa figur. Hanya saja, kriterianya tidak hanya terkait popularitas.
Menurut Indaru, pemilih pun terspesifikasi menjadi pemilih dari kalangan anak muda, pemilih yang berbasis identitas atau agama, dan sebagainya yang menjadi pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan figur cawapres yang akan diusung.
“Kriteria cawapres yang akan dipilih bukan hanya popularitas figur tersebut tetapi bagaimana yang bersangkutan bisa diterima oleh publik yang berasal dari generasi muda, bisa dari lingkungan yang berbasis etnis,” ujarnya.
Menurutnya hal tersebut yang menjadi pertimbangan-pertimbangan utama, misalnya yang bisa diterima publik berasal dari basis nahdiyin.
Indaru menambahkan, dari sekian banyak faktor tentu masih akan dispesifikasikan lagi pada kriteria-kriteria yang kemudian bisa juga diterima oleh publik dan mendapat kepercayaan publik.
BACA JUGA: Janjikan Kemenangan! Inilah 5 Provinsi Terfavorit Semua Capres 2024
Kriteria Cawapres Harus Spesifik
Menurutnya, publik itu masih akan dispesifikasikan lagi menjadi publik dari semua etnis, publik dari usia, dan sebagainya.
“Itu yang saya pikir masih butuh kejelimetan untuk kemudian perlu digarap oleh beberapa koalisi partai,” tegas dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed.
Indaru pun mencontohkan saat Pemilu 2019, figur Ma’ruf Amin yang dipilih menjadi cawapres bagi Joko Widodo (Jokowi) itu bagian dari strategi untuk menekan konflik.
Menurut dia, hal semacam itu juga akan punya pengaruh hampir cukup strategis tentang peran siapa yang akan dipilih terkait dengan keterpilihannya pada Pemilu Serentak 2024.
“Jadi, partai koalisi tidak akan sembarangan menempatkan ini karena menurut saya ini semuanya fifty fifty. Nah, ini yang butuh calon wakil presiden yang bisa menambal, menambah kepercayaan publik bagi calon presiden itu,” imbuhnya.
Posisi Cawapres Strategis
Disinggung kemungkinan masing-masing capres saling menunggu pengumuman cawapres, dia mengatakan hal itu bisa saja terjadi tetapi tidak lepas dari berbagai perhitungan mengenai sosok cawapres yang akan diusung tersebut.
BACA JUGA: Cak Imin Disebut Capres Terkuat untuk Prabowo
Ia pun mencontohkan dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2018, ketika calon gubernur (cagub) Sudirman Said menggandeng Ida Fauziyah yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai calon wakil gubernur (cawagub), cagub Ganjar Pranowo pun mengambil orang NU sebagai cawagubnya, yakni Taj Yasin Maimoen.
“Itu tentu tidak lepas dari ruang-ruang tadi yang saya sampaikan. Cuma tentang figur itulah yang kemudian menjadi perhitungan dan saya pikir enggak jauh dari figur-figur yang secara ideologi, secara sudut pandang melihat persoalan-persoalan kebangsaan ini lebih luas, lebih tidak bersifat kelompok, dan sebagainya,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, saat sekarang muncul sejumlah nama cawapres yang secara kultural berbasis nahdiyin seperti Yenny Wahid, Mahfud MD, Erick Thohir, dan sebagainya.
Menurut dia, semua capres yang telah muncul itu berbeda dengan Joko Widodo (Jokowi) saat pertama kali maju sebagai calon presiden.
BACA JUGA: Pemilu 2024, PPP Resmi Usulkan Sandiaga Uno sebagai Cawapres Pendamping Ganjar Pranowo
“Artinya, pendulumnya. Ini Mas Ganjar Pranowo, Pak Prabowo Subianto, dan Mas Anies Baswedan semua ‘kan butuh endorse, dan endorse-nya itu Pak Jokowi,” katanya.
Ia mengatakan hal itu berarti bahwa para capres tersebut untuk bertarung langsung juga butuh energi, sehingga energi dari cawapres yang harus dimunculkan. Dalam hal ini, kata dia, para capres beserta koalisi parpolnya tidak boleh asal pilih cawapres dan tetap melalui berbagai perhitungan.
“Jadi saya melihat bahwa posisi calon wakil presiden ini punya posisi strategis untuk mendongkrak kemenangan calon presidennya,” kata Indaru.
Pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada 19 Oktober 2023 sampai dengan 25 November 2023.
(Aziz)