JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menyoal dengan kekerasan aparat dalam menangani aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Indonesia Corruption Watch (ICW) menelusuri terhadap lonjakan anggaran Polri dalam lima tahun terakhir, termasuk anggaran kontras kendaraan taktis (rantis) guna menghadapi massa saat terjadi unjuk rasa.
Insiden terbaru yang mencuat adalah tindakan represif aparat yang melontarkan gas air mata, senjata, serta kendaraan taktis saat membubarkan massa, berujung pada Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online yang tewas dilindas.
Affan tewas usai dilindas rantis milik Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis malam (28/8/2025).
Kucuran Anggaran untuk Rantis
Dari data yang dihimpun ICW, dalam tahun 2020 hingga 2024, Polri telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,93 triliun untuk membeli 98 unit kendaraan taktis dan kendaraan khusus.
“Harga per unit dari masing-masing kendaraan taktis dan khusus ini ada dalam rentang Rp3 miliar hingga Rp75 miliar,” ungkap peneliti ICW, Wana Alamsyah, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (30/08/2025).
BACA JUGA:
HUT DPR ke-80 Dihentak Kabar Nahas, Nyawa Affan Digilas Rantis Brimob!
Rantis Brimob Lindas Ojol, BEM SI Geruduk Polda Metro Jaya Siang Ini
Wana juga memaparkan bahwa beberapa perusahaan sering kali terlibat dalam proyek pengadaan tersebut, di antaranya PT Mayapada Auto Sempurna dan PT Anja Bangun Selaras.
“PT Anja Bangun Selaras sendiri pernah dituding tidak layak dalam melakukan pengadaan peralatan keamanan di Kejaksaan Agung, sehingga terdapat dugaan perusahaan bermasalah,” tambahnya.
Tak hanya soal pengadaan kendaraan, ICW juga menyoroti permintaan tambahan anggaran Polri sebesar Rp63,7 triliun pada 7 Juli 2025.
Permintaan itu telah disetujui Komisi III DPR pada 15 Agustus 2025, sehingga total anggaran Polri untuk tahun 2026 mencapai Rp173,47 triliun.
“Angka fantastis ini tentu berbanding terbalik dengan kinerja Polri yang kian menurun,” ujar Wana.
Ia menilai, anggaran sebesar itu seharusnya dimanfaatkan untuk melakukan reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian.
“Besarnya anggaran Polri juga tidak mencerminkan kondisi masyarakat yang saat ini tengah dilanda kondisi ekonomi yang sulit,” lanjutnya.
Manufaktur Rantis
Kendaraan taktis yang digunakan dalam insiden tewasnya Affan diduga merupakan hasil impor dari Korea Selatan.
“Produsen rantis itu adalah Daeji Precision & Industries Co Ltd (Daeji P&I) dengan model Tambora. Model ini banyak digunakan polisi di Indonesia. Rantis lain dari Daeji P&I yang digunakan Polri adalah Armored Water Cannon (AWC) serta model DAPC-2,” jelas Wana.
Lewat pelacakan data perdagangan internasional, diketahui bahwa produk dari Daeji juga mencakup suku cadang untuk kendaraan taktis tersebut.
Nilai total impor kendaraan beserta sparepart dari Daeji ke Indonesia pada periode 2019–2023 tercatat mencapai US$63,8 juta atau sekitar Rp1,05 triliun.
“Transaksi tersebut mencakup 154 unit kendaraan taktis dan sparepart. Ini pun tidak termasuk transaksi lain yang terjadi pada periode sebelumnya. Nilai ini setidaknya 50% dari nilai pengadaan rantis Polri pada periode 2020-2024 di atas,” imbuhnya.
Menurut ICW, Korea Selatan telah lama menjadi penyuplai peralatan keamanan ke Indonesia, termasuk gas air mata, yang diklaim sebagai senjata non-mematikan. Namun dalam kasus ini, alat tersebut justru menimbulkan korban jiwa.
“Oleh karena itu Korea Selatan dan produsennya harus ikut bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari peralatan mereka. Mereka harus juga menghentikan ekspor senjata dalam bentuk apapun ke Polisi Indonesia,” tegasnya.
Melihat alokasi dana yang besar, ICW mendesak adanya pemangkasan anggaran untuk Polri, yang dinilai sering kali digunakan untuk mengekang kebebasan warga dalam menyuarakan pendapat—baik di ruang digital, forum formal seperti rapat DPR, maupun di jalanan.
Tak hanya itu, ICW juga meminta agar TNI tidak ikut campur atau memasuki ranah sipil, serta tidak memanfaatkan situasi ini untuk memperburuk keadaan demokrasi di Indonesia.
(Saepul)