JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, memaparkan sembilan poin kesepakatan kunci dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-4 Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (3/9/2025).
DPR RI secara resmi menyetujui pengesahan RUU ini, menandai transformasi kelembagaan penyelenggara haji dari badan menjadi kementerian.
“Perkenankan kami menyampaikan beberapa hal yang telah disepakati dalam pembahasan RUU ini,” ujar Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Adapun kesembilan poin ini adalah:
1. Kesepakatan utama mencakup penguatan kelembagaan dari Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi kementerian yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan di bidang haji dan umrah.
2. Penciptaan ekosistem haji dan umrah melalui pembentukan satuan kerja dan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, serta pemisahan kuota haji untuk petugas dari kuota haji Indonesia.
3. Pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, serta kerja sama dengan pihak terkait.
4. Pengaturan kuota haji untuk petugas haji yang terpisah dari kuota haji Indonesia.
5. Penambahan kuota haji tambahan.
6. Pengaturan pemanfaatan sisa kuota; pengaturan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus yang mendapatkan visa haji nonkuota.
7. Pengaturan tanggung jawab pembinaan ibadah haji dan kesehatan terhadap jamaah haji,
8. Mekanisme peralihan pascaperubahan Badan Penyelenggara Ibadah Haji menjadi kementerian.
9. Penggunaan sistem informasi kementerian dalam penyelenggaraan haji dan umrah.
BACA JUGA
RUU Haji: Kuota Haji Kabupaten Kota Ditentukan Menteri, Kewenangan Gubernur Hilang
Supratman menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan hak konstitusional warga negara.
“Tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak menunaikan ibadah haji dan umrah sebagai hak asasi manusia diwujudkan dengan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan,” tegasnya.
Perubahan undang-undang ini dinilai mendesak mengingat UU Haji yang berlaku dinilai belum optimal mengakomodasi kebutuhan hukum masyarakat dan perkembangan kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi.
Beberapa kelemahan yang disebutkan antara lain pemanfaatan kuota haji yang belum optimal, belum adanya perlindungan bagi jamaah haji non-kuota, serta belum diaturnya sistem informasi kementerian untuk penyelenggaraan haji dan umrah.
Presiden RI menyatakan persetujuan terhadap RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk disahkan menjadi undang-undang.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal memimpin pengesahan RUU tersebut melalui persetujuan aklamasi oleh seluruh anggota dewan yang hadir.
“Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah apakah dapat disetujui menjadi undang-undang,” tanyanya yang disambut dengan jawaban setuju dari seluruh sidang.
Pengesahan RUU ini mengukuhkan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah sebagai lembaga baru yang akan bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
(Aak)