BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan larangan penggalangan dana di jalanan untuk pembangunan rumah ibadah. Kebijakan tersebut merujuk pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang praktik meminta sumbangan di ruang publik seperti jalan raya.
Menurut Farhan, surat edaran tersebut merupakan instruksi yang wajib ditindaklanjuti oleh seluruh kepala daerah di Jawa Barat, termasuk Kota Bandung.
“Nanti kita lihat, biasanya Pak Dedi Mulyadi itu ketika menyampaikan sebuah kebijakan atau perintah, itu PR untuk kami di kepala daerah kota/kabupaten adalah mencari tahu latar belakangnya apa,” ujar Farhan, Selasa (15/4/2025).
Ia menilai bahwa dalam hal pembiayaan pembangunan rumah ibadah, masyarakat bisa mencontoh sistem persembahan yang dijalankan oleh gereja-gereja Protestan.
“Kalau bicara soal pungutan untuk rumah ibadah, saya kira kita mesti belajar kepada gereja Protestan yang begitu rajin mengajak umatnya untuk memberikan persembahan,” ucapnya.
BACA JUGA:
Pemkot Bandung Larang ASN Mudik Pakai Kendaraan Dinas
Farhan mengusulkan agar pendekatan serupa diterapkan oleh semua umat beragama, termasuk di masjid, kelenteng, dan tempat ibadah lainnya. Ia menekankan bahwa rumah ibadah idealnya dibiayai oleh para jamaahnya sendiri.
“Metode mengajak persembahan itu perlu diadopsi oleh kita semua. Rumah ibadah apapun, harus dibiayai oleh jemaahnya sendiri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Farhan mengungkapkan bahwa Pemkot Bandung sedang merencanakan anggaran khusus dari APBD untuk mendukung operasional rumah ibadah. Namun, menurutnya, keterlibatan aktif jamaah tetap menjadi kunci keberhasilan pengelolaan rumah ibadah.
“Memang kami ada rencana untuk mulai menghitung, suatu hari nanti akan ada anggaran khusus APBD untuk dana operasional rumah ibadah. Tetapi yang paling penting itu justru harus datang dari jamaahnya sendiri,” jelasnya.
Farhan berharap metode pembiayaan yang melibatkan kesadaran jamaah dapat menghilangkan praktik penggalangan dana di jalanan dan memastikan rumah ibadah tetap makmur tanpa harus bergantung pada sumbangan publik yang tidak terstruktur.
“Apabila metode itu berhasil kita temukan, maka tidak akan ada lagi keluhan, seperti soal anggaran Masjid Al-Jabbar yang mencapai Rp40 miliar per tahun. Karena semangatnya adalah memakmurkan rumah ibadah untuk jamaahnya,” pungkasnya.
(Kyy/Budis)