BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Inovasi pengelolaan sampah mandiri yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menarik perhatian internasional.
Terbaru, Pemerintah Kota Bandaraya Shah Alam, Malaysia, melakukan kunjungan resmi ke Kota Bandung pada Rabu (6/8/2025) untuk mempelajari sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas.
Wali Kota Bandaraya Shah Alam, Dato’ Haji Mohd Fauzi Bin Haji Mohd Yatim, menyampaikan kekagumannya terhadap pendekatan Bandung dalam menyelesaikan persoalan sampah melalui partisipasi aktif warga.
“Kami sangat terkesan dengan sistem pengelolaan mandiri di Kota Bandung. Ini bisa jadi solusi yang kami adaptasi di Shah Alam. Kami akan mengunjungi Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang sudah direkomendasikan untuk melihat langsung praktiknya,” katanya di Balai Kota Bandung.
Menurutnya, pendekatan berbasis komunitas seperti yang diterapkan di Bandung sangat efektif dalam menciptakan lingkungan bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Baca Juga:
Pasar Gedebage Kota Bandung Jadi Pusat Pengolahan Sampah Organik, DLH Sudah Olah 20 Ton per Hari
“Kebersihan adalah kunci kenyamanan. Konsep daur ulang dan keterlibatan warga di Bandung ini luar biasa dan bisa menjadi contoh yang kami tiru,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, dalam kesempatan yang sama menjelaskan sejumlah program unggulan Kota Bandung dalam mengelola sampah, seperti Kawasan Bebas Sampah (KBS), Buruan SAE, hingga sistem Loseda (Lobang Sesa Dapur).
Salah satu KBS yang menjadi contoh sukses adalah KBS Jasmine Integrated Farming di RW 19, Kelurahan Antapani Tengah. Di wilayah ini, warga berhasil mengelola sampah organik secara mandiri dan memanfaatkannya untuk mendukung pertanian perkotaan.
“Sampah rumah tangga langsung diolah hari itu juga. Tidak dibuang ke TPA. Hasilnya, ketahanan pangan membaik, lingkungan bersih, dan warga mendapatkan manfaat ekonomi,” ujar Erwin.
Pemkot Bandung juga menargetkan pembentukan 700 KBS di tingkat RW pada tahun 2026. Jika terwujud, Kota Bandung bisa mengelola sampah secara mandiri tanpa ketergantungan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seperti Sarimukti atau Legoknangka.
Erwin menjelaskan, sebagian besar sampah di Bandung berasal dari plastik dan sisa makanan. Untuk itu, metode komposting dengan bantuan maggot diterapkan guna mengurai limbah organik.
“Dari sampah organik, kita hasilkan pupuk untuk Buruan SAE. Dari maggot, kita buat pakan lele, yang kemudian dibudidayakan di ember lewat metode budikdamber. Semua terintegrasi,” katanya.
Tak hanya itu, sistem Loseda juga diperkenalkan sebagai solusi sederhana dan ramah lingkungan untuk membuang sisa makanan di pekarangan rumah. Lubang ini tidak berbau, tidak mencemari lingkungan, dan justru menyuburkan tanah.
Kunjungan ini diharapkan menjadi awal kolaborasi antara Kota Bandung dan Shah Alam dalam isu lingkungan, sekaligus menegaskan bahwa solusi lokal yang partisipatif dapat menginspirasi kota-kota lain di dunia. (Kyy/_Usk)