CIREBON, TEROPONGMEDIA.ID — Sejarah mencatat Sunan Gunung Jati (1479-1568 M) sebagai pemimpin unik yang memadukan kecerdasan politik dengan pendekatan humanis dalam menyebarkan Islam.
Berbeda dengan raja pada masanya yang otoriter, Sultan Cirebon ini justru membangun kekuasaan berbasis kebutuhan rakyat – sebuah model kepemimpinan yang kini dikaji relevansinya dengan teori kepemimpinan modern.
Revolusi Politik Tanpa Kekerasan
Mengutip hasil penelitian Nindia Farah Islamiati, peneliti kampus Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto (UIN Saizu Purwokerto), Sunan Gunung Jati menerapkan beberapa langkah sebagai strateginya dalam berdakwah.
Pada 1479 langkah pertama Sunan Gunung Jati setelah naik tahta adalah memutus hubungan dengan Pajajaran dengan menghentikan pembayaran upeti garam dan terasi. Selain itu menjalin aliansi strategis dengan Demak melalui perkawinan politik.
Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspansi damai dengan mengirim putranya, Maulana Hasanuddin, untuk mengislamkan Banten (1525-1526 M).
“Ini strategi cerdas, lepas dari Pajajaran tanpa perlawanan berkat faktor genealogis (keturunan Prabu Siliwangi) dan situasi politik yang tepat,” tulis peneliti.
Dakwah Akulturatif
Sunan Gunung Jati juga mengembangkan pola penyebaran Islam yang khas:
- Berbasis pelabuhan: Memanfaatkan Pelabuhan Muara Jati sebagai pusat dakwah awal
- Jaringan ulama: Bermitra dengan Syeikh Datuk Kahfi dan Walisanga
- Pendekatan budaya: Mempertahankan keraton sebagai simbol kekuasaan Jawa sambil menyisipkan nilai Islam
“Petuah-petuahnya dalam bahasa Cirebon mengandung nilai universal yang relevan hingga kini,” tulis penelitian Kartono (2003) tentang gaya kepemimpinan humanisnya.
BACA JUGA
Sunan Gunung Jati: Waliyullah Penyebar Islam dari Cirebon yang Mengubah Jawa Barat
Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan: Tokoh Sentral Pengembangan Pesantren di Tatar Sunda
Warisan yang Bertahan
Selama 89 tahun memerintah, Sunan Gunung Jati meninggalkan banyak warisan, di antaranya:
- Pusat peradaban Islam di Pantura Jawa
- Model kepemimpinan integratif antara spiritual dan politik
- Dakwah kultural yang menjadi rujukan moderasi beragama
“Keberhasilan Sunan membangun Cirebon merdeka menunjukkan kepiawaian membaca peta politik sekaligus kedalaman spiritual,” demikian Dr Ambary (1995).
(Aak)