JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute, Farhan A. Dalimunthe menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan Indonesia tidak akan “berlutut dan mengemis” di hadapan kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat merupakan cerminan dari semangat Trisakti Bung Karno terutama dalam hal kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi.
Prabowo menegaskan, Indonesia harus percaya terhadap kekuatan sendiri meski negara lain tidak lagi membuka pasar kepada Indonesia.
“Kalau pun mereka tidak membuka pasar kepada kita, kita akan tambah kuat, kita akan berdiri di atas kaki sendiri, kita tidak akan pernah menyerah,” kata Prabowo, saat meluncurkan Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerinam) di Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (23/4/2025).
“Kita tidak akan berlutut, kita tidak akan pernah mengemis, kita tidak akan pernah minta-minta kasihan orang lain. Tak perlu kita dikasihani, kita akan swasembada pangan,” sambung Prabowo.
Baca Juga:
Imbas Kebijakan Trump, 4 Ribu Lebih WNI Terancam Dideportasi
Airlangga Sebut Pemerintah Tidak Ambil Langkah Balasan Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS
Menyikapi hal itu, Farhan menyebut sikap Presiden Prabowo bukan semata retorika, melainkan cermin dari tekad Indonesia untuk berdiri sejajar di panggung global.
“Ini adalah artikulasi nyata dari nilai-nilai Trisakti, khususnya dalam mempertahankan kedaulatan ekonomi dan politik bangsa,” ujar Farhan, Kamis (24/4/2025).
Farhan menilai, di tengah arus proteksionisme global yang kembali menguat, termasuk dari Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Donald Trump, Indonesia perlu menujukkan posisi yang jelas dan tegas. Namun, Farhan juga mengingatkan pentingnya langkah lanjutan yang lebih konkret.
“Ketegasan ini harus dibarengi dengan konsolidasi ekonomi yang kuat, termasuk mendorong industrialisasi dalam negeri, swasembada pangan, memperluas diversifikasi pasar ekspor, dan memperkuat diplomasi ekonomi ke kawasan dan mitra strategis lain,” katanya.
Farhan juga menegaskan bahwa keberanian dalam bersikap tidak harus diartikan sebagai sikap anti kerja sama internasional. Menurutnya, Indonesia justru perlu memainkan peran lebih aktif di forum-forum ekonomi global salah satunya seperti BRICS untuk memperjuangkan keadilan perdagangan bagi negara berkembang.
“Kita perlu kombinasi antara ketegasan sikap dan kecerdikan strategi. Semangat berdikari harus menjadi pondasi bagi penguatan daya saing, bukan pengasingan dari dunia,” pungkasnya. (Agus Irawan/Usk)