BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Ramai poster kampanye “All Eyes on Papua” viral sebagai gerakan di media sosial menuntut perlindungan hutan Papua yang terancam oleh perkebunan kelapa sawit, PT Indo Asiana Lestari Papua. Media sosial juga penasaran PT. Indo Asiana Lestari Papua ini milik siapa.
PT. Indo Asiana Lestari memiliki izin memperluas lahan sawit seluas 36.094 hektare. Izin lahan perusahaan tersebut ada di kawasan hutan adat milik Suku Awyu, yakni hutan adat marga Woro.
Suku Awyu adalah masyarakat adat yang berasal dari Boven Digoel, Papua Selatan. Mereka menggugat pemerintah Provinsi Papua karena memberi izin pada perusahaan tersebut. Suku Awyu bertekad mempertahankan hutan adat tersebut. Mereka juga mengajukan gugatan serupa kepada PT. Kartika Cipta Pratama dan PT. Megakarya Jaya Raya selain kepada PT. Indo Asiana Lestari Papua.
PT. Indo Asiana Lestari
PT. Indo Asiana Lestari adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan kawasan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dipimpin oleh Muh.Yabub Abbas, sebagai direktur. Perusahaan berkantor di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
Melansir The Gecko Project, PT. Indo Asiana Lestari merupakan perusahaan milik dua perusahaan asal Malaysia. Pemilik mayoritas perusahaan tersebut adalah Mandala Resources, perusahaan cangkang yang terdaftar di Kota Kinabalu, Malaysia. Perusahaan tersebut dipimpin oleh dua pria pengusaha di bidang kontraktor pengembangan sawit.
Di tahun 2018, The Gecko Project merilis laporan investigasi panjang hasil kerjasama dengan Mongabay, Tempo, dan Malaysiakini. Dalam investigasi tersebut mereka menyebut Proyek Tanah Merah, yaitu proyek raksasa yang diliputi teka-teki terhadap pembangunan perkebunan sawit skala besar di Papua tersebut. The Gecko Project menyebut para investor sembunyi di belakang proyek tersebut dengan sagala upaya dan taktik untuk menyamarkan wajah mereka.
The Gecko menyebut mereka perusahaan cangkang alamat palsu. Di samping itu juga meminjam nama sejumlah orang sebagai pemegang saham atau fake and proxy shareholders. Keanehan selanjutnya ialah pendaftaran perusahaan di tempat pemegang saham maupun pemilik sebenarnya tidak dapat ditelusuri.
Proyek PT. Indo Asiana Lestari ini menyebut Shin Yang sebagai pemilik saham utama. Shin Yang adalah pabrik pengolah kayu yang dibangun di Boven Digoel. Perusahaan tersebut menjadi sorotan publik karena skandal lingkungan dan dugaan pelanggaran HAM berulang-ulang di Sarawak, Malaysia.
Hutan yang akan dibabat oleh perusahaan tersebut merupakan hutan masyarakat adat suku Awyu Papua. Dengan menolak gugatan Suku Awyu, berarti pengadilan memberi lampu hijau pada PT Indo Asiana Lestari (IAL) untuk membersihkan 26.326 hektar (65.000 hektar) hutan primer.
Gugatan tersebut berkisar pada konflik yang sedang berlangsung antara anggota suku Awyu dan IAL, yang konsesinya seluas 39.190 hektar (96.840 hektar).
Suku Awyu berpendapat bahwa mereka tidak terlibat dalam proses penerbitan izin meskipun mereka akan terpengaruh oleh operasi perusahaan. Ini adalah sebuah pelanggaran undang-undang 2021 tentang otonomi khusus Papua, yang mewajibkan pemerintah untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses penerbitan izin.
BACA JUGA: Siapa Suku Awyu yang Gelar Kampanye All Eyes on Papua?
Suku Awyu mengatakan baru pada Agustus 2022 mereka mengetahui keberadaan surat ijin pemanfaatan hutan menjadi lahan kelapa sawit. Padahal Badan Penanaman Modal Papua (DPMPTSP) yang memberikan persetujuan untuk analisis dampak lingkungan perusahaan, yang dikenal sebagai Amdal telah merilis surat tersebut pada 2 November 2021.
(Kaje/Budis)