JAKARTA,TM.ID: Pemerintah Indonesia bersiap merealisasikan rencana pengembangan fraksionasi plasma di Indonesia. Komitmen ini ditandai dengan dimulainya pembangunan pabrik fraksionasi yang berlokasi di kawasan industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (5/12/2023).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya berharap keberadaan pabrik fraksionasi plasma pertama di Indonesia akan memenuhi kebutuhan produk plasma di Indonesia. Saat ini, kebutuhan fraksionasi plasma terus meningkat, baik di tingkat global maupun nasional.
Di tingkat global, kebutuhan fraksionasi plasma mencapai belasan bahkan puluhan juta liter per tahun, mayoritas plasma berasal dari Amerika Serikat.
Di Indonesia, lanjut Budi, kebutuhan fraksionasi plasma untuk industri farmasi mencapai belasan juta liter per tahunnya. Namun, seluruh produk derivat plasma untuk memenuhi kebutuhan itu masih bergantung pada impor yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 1,15 triliun per tahun.
BACA JUGA: Kemenkes RI Kirim 7 Ton Bantuan Obat ke Palestina
“Demand-nya lebih dari itu karena plasma ini sulit didapatkan,” kata Budi melansir laman kemkes.go.id, Selasa (5/12/2023).
Di samping memperkuat dari sisi kebijakan, kata Budi, pemerintah juga akan mempermudah suplai bahan baku, standardisasi bahan baku, dan melakukan pembinaan kepada para supplier darah agar jumlahnya lebih banyak.
“Yang penting tersedia banyak, aksesnya mudah, dan harganya harus murah,” tutur Budi.
Melalui berbagai kemudahan ini, ke depan, Menkes berharap produksi fraksionasi plasma dalam negeri meningkat, sehingga nantinya tidak hanya memenuhi kebutuhan plasma nasional, melainkan juga global.
Sementara itu, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang telah mulai merealisasikan pembangunan fraksionasi plasma di Indonesia. Sebab, menurutnya, rencana pembangunan pabrik ini sebenarnya sudah diinisiasi sejak 15 tahun lalu tetapi baru dapat terealisasi tahun ini.
“Ini hal yang mubazir terjadi selama puluhan tahun. PMI mengumpulkan darah hampir 5 juta liter setahun, yang mengandung plasma kurang lebih 20%, tapi terpaksa dibuang begitu saja karena tidak ada pengolahannya. Kita sudah berusaha 15 tahun untuk membikin pengolahan itu, tapi setelah berusaha sekian lama baru bisa dilakukan sekarang,” kata Jusuf Kalla.
Dengan pembangunan pabrik pertama ini, ia menekankan agar pelaksanaanya sejalan dengan peraturan yang telah disepakati bersama. Sebab, pengumpulan bahan baku plasma ini bukan pekerjaan yang mudah.
Pelaksanaannya membutuhkan investasi baik biaya maupun sumber daya manusia yang besar. Karenanya, ia meminta agar fraksionasi plasma dapat dilaksanakan secara optimal dengan melibatkan banyak pihak, sehingga target untuk memenuhi kebutuhan plasma darah sebesar 400.000 liter pada 2025 tercapai.
Pembangunan ini atas kolaborasi Kementerian Kesehatan, Palang Merah Indonesia, PT Daewoong Infion-SK Plasma dan PT Triman-Green Cross Biopharma serta PT Medquest. Fasilitas ini bertujuan membantu pemerintah mengembangkan dan memproduksi fraksionasi plasma di Indonesia.
(Usk)