BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Setelah lebih dari tiga dekade menjadi ikon dapur dan wadah penyimpanan favorit keluarga Indonesia, Tupperware Indonesia resmi menghentikan operasionalnya sejak 31 Januari 2025. Kabar ini diumumkan langsung oleh pihak manajemen melalui akun Instagram resmi mereka, @tupperwareid, pada Jumat (11/4/2025).
“Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan,” tulis manajemen dalam unggahan tersebut.
Keputusan mundur ini tak lepas dari dilema finansial yang dihadapi perusahaan induknya di Amerika Serikat, yang sempat mengajukan pailit akibat terlilit utang mencapai USD 818 juta atau sekitar Rp13 triliun. Langkah restrukturisasi global pun diambil, termasuk menutup sejumlah pasar internasional – dan sayangnya, Indonesia menjadi salah satunya.
Sejarah
Bagi generasi 90-an dan awal 2000-an, Tupperware lebih dari sekadar tempat bekal. Ia adalah simbol prestise, kualitas, dan gaya hidup modern di tengah keluarga. Bahkan, saking berharganya, bercanda soal “hilangin Tupperware” bisa bikin anak-anak panik karena takut dimarahi ibu.
Dikenal dengan material plastik berkualitas tinggi dan desain inovatif seperti burping seal, Tupperware pertama kali hadir di Amerika pada tahun 1946, diciptakan oleh Earl Tupper, seorang ahli kimia.
Tapi bintang sesungguhnya yang membesarkan nama brand ini adalah Brownie Wise, sosok di balik strategi pemasaran jitu Tupperware Party.
Melalui konsep ini, para ibu rumah tangga diberdayakan untuk menjadi agen penjualan langsung, menghadirkan produk ke ruang-ruang tamu, sembari membangun koneksi sosial dan penghasilan tambahan. Strategi ini sukses besar, menjadikan Tupperware fenomena global yang bertahan puluhan tahun.
BACA JUGA:
Tergerus Zaman dan Kompetitor
Namun seiring berjalannya waktu, dunia berubah. Konsumen kini lebih memilih e-commerce dan produk lokal yang lebih murah namun tetap fungsional.
Penjualan langsung yang dulu menjadi kekuatan Tupperware mulai kehilangan daya saing. Bahkan, banyak wadah makanan di pasaran kini meniru desain Tupperware dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
Ketatnya persaingan dan perubahan pola belanja ini memperlemah posisi Tupperware di banyak negara, termasuk Indonesia. Meski tetap punya tempat di hati sebagian masyarakat, terutama generasi ibu-ibu, Tupperware tak mampu bertahan di tengah tekanan pasar digital dan krisis keuangan global.
CEO Tupperware, Laurie Ann Goldman, menyebut perusahaan kini fokus pada transformasi digital dan pengurangan aset fisik agar tetap kompetitif di masa depan. Meski bisnisnya di Indonesia resmi tutup, warisan Tupperware akan selalu hidup di dapur-dapur keluarga yang pernah memilikinya.
Kini, tak akan ada lagi model terbaru yang muncul di katalog. Tapi cerita tentang bekal sekolah dalam wadah ungu atau biru itu, akan tetap membekas dalam kenangan. Tupperware mungkin pamit, tapi loyalitas konsumennya akan selalu abadi.
(Hafidah Rismayanti/Budis)