BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Badan Perfilman Indonesia (BPI) sedang jadi perbincangan hangat usai membahas penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Divisi Humas Polri. MoU tersebut diteken pada Senin, (21/4/2025), dan langsung menarik perhatian banyak pihak, khususnya para sineas Tanah Air.
Lewat unggahan di media sosial, BPI membagikan delapan foto dari momen penting tersebut. Sebagian besar menampilkan suasana rapat serius antara kedua lembaga.
Tapi, satu hal yang kemudian jadi sorotan adalah foto terakhir, di mana terlihat jelas judul nota kesepahaman: “Sinergitas Pengawasan Pembuatan, Pengedaran, Pertunjukan Film Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
Judul ini langsung menuai pertanyaan, terutama dari para sutradara ternama.
Baca Juga:
Klarifikasi BPI
BPI cepat merespons pertanyaan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa sebenarnya bukan judul itu yang disepakati.
“Oh iya bukan judul itu yang disepakati karena tujuan dari MoU adalah memberi ruang kepada pelaku film jika membutuhkan informasi apakah itu riset atau yang lain-lain maka Humas Polri membuka ruang itu,” tulis akun resmi BPI.
BPI juga menambahkan bahwa kerja sama ini akan berjalan dua arah: mereka akan membantu Polri dalam pengembangan kapasitas SDM terkait perfilman.
Namun, belum semua sineas merasa tenang. Yosep Anggi Noen juga mengungkapkan kegelisahannya, mempertanyakan apakah MoU ini memungkinkan pembuat film untuk lebih leluasa meriset institusi kepolisian.
“Apakah MoU itu juga membuka kemungkinan kami pembuat film meriset, berkomunikasi, dan mendapat data penyelidikan kepolisian? Atau hanya terbatas soal atribut Polri saja?” tanya Anggi.
Menanggapi keresahan tersebut, Ketua BPI Gunawan Paggaru memberikan klarifikasi tambahan. Ia menegaskan bahwa sineas tidak perlu khawatir soal kreativitas mereka.
“Lingkup MoU adalah pengembangan kapasitas SDM. Contoh karena kurangnya ruang untuk para pekerja film melakukan riset apalagi penggunaan atribut maka Polri membuka ruang untuk pekerja film berkomunikasi,” ujarnya.
Gunawan juga memastikan bahwa “pengawasan” yang tercantum di judul bukan berarti akan ada sensor terhadap ide kreatif.
“Semua kebebasan kreativitas sudah terjamin oleh Undang-undang,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya akurasi dalam menggambarkan institusi seperti Polri.
“Bikin film jika atribut aja salah, maka saya yakin substansinya bisa diragukan validitasnya. Makanya yang disepakati pengembangan kapasitas SDM,” tambahnya.
Walau begitu, beberapa filmmaker tetap menyayangkan momentum penandatanganan MoU ini, mengingat saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sedang berada dalam sorotan tajam.
(Hafidah Rismayanti/Budis)