BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Dalam dunia penuh dominasi dan kehormatan seperti UFC, takhta bukan sekadar gelar. Ia adalah simbol kekuasaan, kebanggaan, dan warisan.
Saat Islam Makhachev naik kelas dan meninggalkan sabuk juara ringan, pertarungan tak lagi sekadar tentang siapa yang terkuat, tapi siapa yang paling pantas memerintah.
Islam Makhachev, pewaris sah gaya bertarung Dagestan dan tangan kanan Khabib Nurmagomedov, telah menaklukkan kelas ringan.
Setelah mempertahankan sabuknya melawan Renato Moicano, Makhachev memilih jalan menanjak, secara harfiah dan simbolis dengan menargetkan gelar kelas welter.
Namun untuk merebut mahkota di kelas baru, ia harus menaklukkan penguasa yang sedang bersinar, Jack Della Maddalena, petarung Australia dengan 16 kemenangan beruntun dan reputasi sebagai mesin KO tanpa belas kasihan.
Baca Juga:
Rivalitas Baru Terpanas UFC, Ilia Topuria Tantang Paddy Pimblett
Di sisi lain arena, Ilia Topuria perlahan membangun kisah epik sendiri. Mantan juara kelas bulu yang tak terkalahkan ini bukan hanya menaklukkan Alexander Volkanovski dan Max Holloway, tapi juga menyita perhatian dunia dengan mengalahkan Charles Oliveira di UFC 317, merebut sabuk ringan yang ditinggal Makhachev.
Dengan dua gelar dari dua divisi di tangannya, Topuria bersiap menantang sejarah. Targetnya jelas, sabuk ketiga di kelas welter dan status sebagai raja sejati lintas divisi.
Presiden UFC Dana White menyusun jalur ambisi ini dengan satu syarat tegas.
“Jika Makhachev mengalahkan Maddalena dan merebut sabuk kelas welter, maka pertarungan berikutnya adalah melawan Topuria,” ucap Dana baru-baru ini.
Sebuah pengumuman yang seketika mengubah peta kekuasaan UFC. Makhachev vs Topuria bukan hanya potensi pertarungan tahun ini, melainkan konflik epik antara dua generasi, dua filosofi bertarung, dan dua jalan menuju puncak.
(Budis)