BANDUNG,TM.ID: Berikut kabar terbaru kasus penggelapan pajak yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Kejati Jabar telah menyatakan lengkap berkas perkara tindak pidana di bidang perpajakan dengan tersangka berinisial EDT.
Pernyataan kelengkapan berkas perkaran tersebut tertulis dalam surat Kepala Kejati Jawa Barat ke Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar dan telah diterima oleh Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat I, (Rabu, 29/11).
Sebelumnya, tersangka EDT bersama tersangka lainnya diduga kuat telah melakukan tindak pidana penggelapan pajak.
Tersangka dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya melalui CV.BN untuk Masa Pajak November 2018 s.d Januari 2019 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2018 dan/atau pada tahun 2019.
EDT sendiri merupakan beneficial owner (pemilik manfaat) dari tindak pidana penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya tersebut.
“Perbuatan tersangka menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara sekurang-kurangnya adalah sebesar 10.657.569.609,- (Sepuluh miliar enam ratus lima puluh tujuh juta lima ratus enam puluh sembilan ribu enam ratus sembilan rupiah),” ungkap Kepala Kanwil DJP Jawa Barat, I Erna Sulistyowati, dalam keterangannya, Kamis (7/12/2023).
BACA JUGA: Bapenda Jabar Kolaborasi dengan Kanwil DJP Jabar 1 Integrasikan Data Wajib Pajak
Erna menambahkan, Tim PPNS Kanwil DJP Jabar I akan menyiapkan barang bukti serta tersangka untuk kegiatan penyerahan tahap dua (P-22) sebelum dilanjutkan ke persidangan oleh Kejaksaan.
Perbuatan tersangka, tutur Erna, merupakan merupakan tindak pidana sesuai Pasal 39A Jo. Pasal 43 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Lebih lanjut Erna mengatakan DJP selalu mengedepankan asas Ultimum Remedium dalam setiap penanganan perkara dugaan tindak pidana di bidang perpajakan. Nomor S.Pers-21/WPJ.09/2023/WPJ.09/2021
Pemidanaan adalah upaya terakhir dengan tetap membuka kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 44B UU KUP dan perubahannya, yaitu melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
“Dalam hal Wajib Pajak menggunakan haknya tersebut maka terhadap tersangka akan dibebaskan dari penuntutan pidana pajak,” ungkapnya.
(Aak)