BANDUNG. SUAR MAHASISWA AWARDS — Psikedelik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kelompok senyawa psikoaktif yang mampu mengubah persepsi, suasana hati, dan kesadaran secara signifikan. Zat-zat ini bekerja terutama dengan memengaruhi sistem serotanin dalam otak, khususnya pada reseptor 5-ht2a. Efek yang dihasilkan dapat berupa halusinasi visual dan auditori, perubahan persepsi waktu, pengalaman emosional yang mendalam, hingga perasaan keterhubungan spiritual atau mistis.
Kata psikedelik berasal dari bahasa yunani, yatu psyche (jiwa) dan delouun (menampakkan atau mengungkapan), uyang jika digabungkan berarti “mengungkapkan jiwa” atau “manifestasi pikiran”. Istilah ini pertama kali digunakan secara formal oleh psikiater inggris bernama humphry osmond pada tahun 1956 dalam korespondensinya dengan penulis aldous huxley, untuk menggambarkan efek senyawa seperti lsd yang tidak hanya menyebabkan halusinasi, tetapi juga membuka pengalaman batin yang mendalam.
Asal usul zat psikedelik dapat ditelusuri dari dua jalur utama: tradisi kuno dan penemuan modern. Dalam banyak budaya asli, terutama di wilayah amerika tengah dan selatan, zat psikedelik seperti psilosibin (dari jamur psilocybe), meskalin (dari kaktus peyote dan san pedro), dan ayahuasca (minuman yang mengandung dmt) telah digunakan selama ribuan tahun dalam konteks ritual keagamaan dan penyembuhan. Di meksiko, suku aztek menyebut jamur psilosibin sebagai “teonanácatl,” yang berarti “daging para dewa.”
Meskipun kemudian sempat dilarang secara global akibat penyalahgunaan dan kekhawatiran politik serta sosial, penelitian tentang psikedelik kini kembali dikembangkan secara ilmiah dengan pendekatan yang lebih ketat dan berbasis medis. Penelitian ini menunjukkan bahwa psikedelik memiliki potensi terapeutik yang menjanjikan jika digunakan dengan pengawasan professional.
Magic mushroom dan contohnya dalam film documenter: ”have a good trip: adventures in psychedelics.
Pada artikel ini saya akan memusatkannya pada magic mushroom (jamur psilocybe). Magic mushroom atau dalam bahasa ilmiahnya psilocybe cubensis biasa tumbuh secara alami di berbagai wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia, terutama di amerika serikat dan selatan, asia tenggara, sub-sahara afrika, dan beberapa bagian australia dan eropa. Jamur ini telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat adat, khususnya oleh suku-suku asli di meksiko dan amerika tengah, selama ribuan tahun dalam konteks ritual dan keagamaan.
namun, dari sudut pandang ilmu pengetahuan modern, peran penting dimainkan oleh r. Gordon wasson, seorang bankir dan etnobotanis asal amerika serikat, yang memperkenalkan jamur ini ke dunia barat. Pada tahun 1955, ia mengikuti upacara pemujaan jamur suci oaxaca, meksiko yang di pimpin oleh orang pintar bernama sabrina. Setelah pengalaman tersebut, ia menulis artikel di majalah life pada tahun 1957, yang menjadi titik awal perhatian ilmiah dan publik terhadap jamur psilosibin.
Ppenelitian ilmiah lebih lanjut dilakukan oleh dr. Albert hofmann, ilmuwan swiss yang juga menemukan lsd. Ia berhasil mengisolasi dan mensitesis psilosibin serta psilosin pada akhir tahun 1950-an di laboratorium perusahaan farmasi sandoz.
Di film dokumenter have agood trip: adventures in psychedelics, penggunaan magic mushroom atau psilosibin ditampilkan melalui berbagai pengalaman pribadi dari tokoh-tokoh public, sebagaimana digambarkan oleh para narasumber.
Pengaruh magic mushroom terhadap persepsi, suasana hati, kesadaran, dan proses kognitif seseorang berdasarkan film dokumenter “have a good trip: adventures in psychedelics”
Film dokumenter “have a good trip: adventures in psychedelics” menyajikan berbagai pengalaman pribadi dengan zat psikoaktif, termasuk magic mushroom (psilosibin). Film ini secara visual dan naratif menggambarkan bagaimana zat ini dapat memengaruhi persepsi, suasana hati, kesadaran, dan fungsi kognitif penggunanya, melalui kesaksian para narasumber dan komentar dari para ahli di bidang psikedelik.
Dalam narasi yang ditampilkan film ”have a good trip: adventures in psychedelics, pengaruh jamur psilosibin terhadap persepsi sering digambarkan melalui distorsi visual dan auditori. Pengguna melaporkan melihat objek “bernapas”, warna menjadi lebih hidup atau berubah intensitasnya, pola rumit muncul pada permukaan yang polos, atau bahkan mengalami perubahan bentuk pada lingkungan sekitar. Persepsi waktu juga dapat terganggu; momen terasa sangat panjang atau sebaliknya terasa sangat cepat.
Meskipun film menggunakan animasi dan kesaksian pribadi untuk mengilustrasikan fenomena ini, penggambaran ini sejalan dengan deskripsi halusinasi dan perubahan sensorik yang terkait dengan psilosibin dalam penelitian ilmiah, seperti yang diulas oleh beberapa narasumber ahli dalam film tersebut.
Perubahan suasana hati adalah aspek sentral lain yang diilustrasikan dalam film. Pengalaman dengan jamur dapat memicu rentang emosi yang luas, mulai dari euforia, kegembiraan mendalam, rasa kagum, hingga kecemasan, kebingungan, atau ketakutan yang intens. Film menyoroti bahwa “trip” sangat dipengaruhi oleh “set and setting” (kondisi mental pengguna dan lingkungan fisiknya saat mengonsumsi).
Pengalaman positif sering dikaitkan dengan perasaan terhubung, kebahagiaan luar biasa, atau ledakan kreativitas dan wawasan. Sebaliknya, lingkungan yang tidak mendukung atau kondisi mental yang rentan dapat memicu pengalaman yang menantang atau menakutkan, yang juga secara jujur ditampilkan dalam film melalui berbagai anekdot personal. Intensitas emosi ini seringkali jauh melampaui keadaan sadar biasa.
Dampak psilosibin pada kesadaran merupakan salah satu efek yang paling banyak dibahas dalam film. “have a good trip” menunjukkan bagaimana pengguna dapat mengalami pergeseran fundamental dalam persepsi diri dan realitas. Salah satu fenomena yang sering dilaporkan adalah “ego dissolution” atau pembubaran ego, di mana batas antara diri dan dunia luar menjadi kabur, bahkan menghilang. Pengguna merasa menyatu dengan alam semesta, terhubung dengan manusia lain atau alam, atau mengalami pelepasan dari identitas diri sehari-hari.
Pengalaman ini sering digambarkan sebagai transformatif, memicu wawasan spiritual atau eksistensial yang mendalam, yang serupa dengan temuan dalam penelitian kontemporer mengenai potensi psilosibin dalam memfasilitasi pengalaman mistis, seperti yang diungkapkan oleh para peneliti yang diwawancarai dalam film.
Dari segi kognitif, film menggambarkan bagaimana jamur psilosibin dapat mengubah pola pikir dan proses mental secara drastis.
Pengguna mungkin mengalami aliran ide yang cepat, melihat masalah dari perspektif yang sama sekali baru, atau mendapatkan wawasan mendalam tentang diri sendiri dan kehidupan. Introspeksi menjadi sangat intens dan seringkali mengungkap pikiran atau ingatan yang sebelumnya terkubur.
Meskipun fungsi kognitif sehari-hari seperti penalaran logis atau memproses informasi rutin bisa terganggu selama efek puncak, banyak narator dalam film yang menceritakan bagaimana pengalaman tersebut memicu pemikiran filosofis, kreatif, atau solutif yang tidak mungkin terjadi dalam kondisi sadar biasa. Film juga menunjukkan bahwa terkadang pikiran bisa menjadi kacau, berulang, atau sulit dikendalikan, yang juga merupakan bagian dari spektrum efek kognitif psilosibin.
Secara keseluruhan, “have a good trip” menyajikan gambaran yang beraneka ragam dan kompleks tentang dampak jamur ajaib terhadap psikologi manusia, sebagaimana ditafsirkan melalui pengalaman pribadi dan penjelasan ringkas dari para ahli.
Film ini secara efektif mengilustrasikan bagaimana zat psikoaktif ini dapat membuka pintu persepsi yang berbeda, mewarnai suasana hati dengan intensitas yang luar biasa, mengubah kesadaran ke tingkat yang non-biasa, dan memengaruhi cara berpikir serta pemahaman diri penggunanya.
Dokumenter “have a good trip: adventures in psychedelics” secara efektif menyajikan narasi-narasi pribadi yang beragam dari berbagai individu, termasuk figur publik, menampilkan kisah-kisah yang terkadang menghibur, mendalam, dan menggugah pikiran terkait pengalaman mereka dengan zat psikedelik.
Melampaui anekdot, film ini juga menyentuh aspek historis pelarangan dan sekilas mengenai potensi ilmiahnya, menggarisbawahi kompleksitas subjek psikedelik yang sering kali disederhanakan dalam diskursus publik. Dengan menampilkan berbagai perspektif dari figur publik dan pakar, dokumenter ini berhasil menantang stigma yang melekat pada senyawa ini, serta membuka ruang diskusi yang lebih nuansa mengenai peran potensial psikedelik, baik dalam konteks introspeksi pribadi, kreativitas, maupun aplikasi terapi yang kini semakin banyak diteliti.
Penyajian visual yang kreatif, termasuk penggunaan animasi untuk menggambarkan pengalaman halusinogen, turut memperkaya pengalaman penonton dan membantu menyajikan informasi yang kompleks dengan cara yang mudah dicerna. Sebagai penutup, “have a good trip: adventures in psychedelics” berfungsi sebagai katalisator yang signifikan dalam diskursus modern mengenai psikedelik.
Dokumenter ini tidak hanya mengedukasi melalui pengalaman yang dibagikan, tetapi juga secara halus mendorong penonton untuk mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi yang ada dan menggali lebih dalam potensi serta tantangan yang terkait dengan senyawa psikoaktif ini.
Kontribusinya terletak pada kemampuannya menyajikan topik yang tabu dengan cara yang menarik, informatif, dan mendorong refleksi lebih lanjut tentang kesadaran manusia dan potensi eksplorasinya dalam batasan yang bertanggung jawab.
(Erawan Tri Daryani/Universitas Indonesia Membangun)