BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Pengamat politik Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Kristian Widya Wicaksono menganalisa terkait fenomena ‘keunggulan’ artis dalam versi hitung cepat pada Pilkada di Jawa Barat yang menunjukkan para pemilih di Jabar masih cenderung memilih figur yang mereka kenal.
“Artinya, ketokohan seseorang menjadi magnet yang menentukan tingkat keterpilihan mereka di dalam pemilihan kepala daerah saat ini. Saat bersamaan, perlu diakui bahwa kombinasi artis dengan politisi menjadi cukup efektif untuk mendulang suara, karena dianggap menjanjikan untuk mengonsolidasikan elemen-elemen pemangku kepentingan di tingkat daerah,” katanya saat dihubungi, Jumat (29/11/2024).
Kristian juga mengaku hal tersebut menjadi sulit diprediksi ketika medan kompetisi Pilkada melibatkan kombinasi pasangan yang memiliki latarbelakang sama, yakni artis dan politisi, semisal di Bandung Barat.
“Tentu, kemenangan tak ditentukan oleh faktor popularitas artis tetapi mesti ada variabel lain yang menjadi landasan alasan masyarakat dalam memilih mereka,” ucapnya
Selain itu, Kristian juga memberikan catatan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari kalangan artis juga harus semakin menanamkan komitmen yang mendalam terhadap penanganan isu-isu pembangunan daerah dan dapat beradaptasi serta bekerjasama dengan birokrasi.
“Sebab, dari sisi kompetensi administrasi publik pada dasarnya masyarakat patut ragu dengan kapasitas mereka. Mengelola urusan-urusan publik yang kompleks dan dinamis tidak bisa hanya sekedar mengandalkan popularitas tetapi harus diimbangi dengan kemampuan kepemimpinan dan kemampuan manajerial yang andal,” katanya
“Apalagi kepemimpinan di sektor publik berbeda dengan kepentingan pada sektor privat demikian pun manajemen publik jauh berbeda dengan manajemen sektor swasta,” tambahnya
Selain tekanan dari pemangku kepentingan yang beragam dan aspirasi individual serta kelompok-kelompok dalam masyarakat yang lebih kompleks menjadi tantangan yang harus bisa ditangani dengan baik oleh mereka yang kemungkinan terpilih menjadi kepala daerah, seperti yang sudah disinggung sebelumnya juga, kemampuan mereka beradaptasi dan bekerjasama dengan birokrasi akan menjadi permasalahan tersendiri.
“Jangan sampai ketidak-utuhan pemahaman terhadap birokrasi menyebabkan mereka tidak mampu memberikan arah kerja terhadap birokrasi pemerintah untuk menjadi mesin kerja yang berorientasi pada pelayanan publik, termasuk juga tentunya dibutuhkan metode yang efektif dalam mengangkat kinerja birokrasi pemerintah yang seringkali dianggap lamban dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Bahkan, yang terburuk apabila kepala daerah yang terpilih dari kalangan artis ini justru melembagakan ego sektoral yang melestarikan silo mentality sehingga terjebak pada konflik dengan birokrasi yang akhirnya menyebabkan arah pembangunan menjadi semakin tidak jelas,” ujarnya
Menurutnya, Para artis ini, perlu memahami bahwa menguatnya gejala sentralisasi pemerintah pusat dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi fenomena yang semakin menantang bagi kepala daerah. Fenomena beberapa sumber daya keuangan Pemda yang hilang akibat kebijakan pemerintah pusat menjadi salah satu contohnya.
BACA JUGA: Kapolri Ingatkan Potensi Gangguan Kamtibmas Pasca Pilkada 2024
“Jadi, para calon kepala daerah dari kalangan artis ini harus berhasil meramu langkah-langkah strategis dalam pengimplementasian Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang efektif dan berorientasi pada pembangunan daerah yang selaras dengan pembangunan nasional tetapi tetap memberikan nilai dan manfaat yang nyata bagi masyarakat di daerah,” imbuhnya
“Tantangan ini tidak bisa dianggap remeh tentunya dan popularitas sebagai artis tentunya tidak ada relevansinya serta bukan pula solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini. Yang dibutuhkan adalah kerja nyata untuk menata perencanaan dan implementasi pembangunan di daerah yang dapat mendorong terpenuhinya tujuan-tujuan kebijakan desentraliasi di Indonesia,” pungkasnya.
(Rizky Iman/Usk)