JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada institusi Polri, selalu menjadi sorotan.
Isu pergantian Kapolri kembali berhembus ke permukaan, terutama setelah insiden demonstrasi yang diwarnai kerusuhan.
Akan tetapi, pengamat intelijen Josef H. Wenas memberikan pandangannya. Menurutnya, rotasi pemimpin institusi tersebut lebih didorong oleh alasan objektif dan kebutuhan internal organisasi, bukan karena kinerja buruk atau kaitannya dengan kerusuhan yang terjadi.
Josef Wenas menyoroti, Listyo Sigit telah mengemban jabatan Kapolri selama 4 tahun 7 bulan, menjadikannya pemimpin Polri terlanggeng di era reformasi. Ia tak menampik kinerja Sigit, dengan rekam jejak yang baik.
Namun, di balik kinerja itu, salah satu yang menjadi alasan kuat kebutuhan rotasi, yaitu stagnasi di tingkat perwira tinggi, khususnya di jabatan bintang tiga (Komjen).
Sigit adalah Akpol angkatan 1991, melanjutkan kebijakan “loncat angkatan” yang sebelumnya juga terjadi di era Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Meski efektif dalam waktu singkat, justru, menimbulkan penumpukan perwira senior di angkatan di atas Kapolri.
“Jadi Akpol 89, 90 numpuk. Ini artinya kan yang lebih muda belum bisa naik dulu nih jabatan bintang itu,” jelas Wenas pada tayangan YouTube Cokro TV, dikutip Minggu (07/09/2025).
Penumpukan itu terjadi lantaran Kapolri yang melampaui beberapa angkatan harus mengakomodasi para seniornya ke jabatan-jabatan strategis seperti Wakapolri. Kemudian, barulah gerbong angkatan yang setara dan lebih muda bisa bergerak.
Situasi saat ini menunjukkan penumpukan di angkatan 1989 dan 1990 yang belum sepenuhnya terakomodasi, sehingga menghambat promosi angkatan 1991 (angkatan Kapolri) dan angkatan-angkatan di bawahnya.
Dampaknya, menjadi “kemacetan internal” yang bisa berdampak luas pada motivasi dan jenjang karir para perwira.
Lebih lanjut, kata Wenas, insiden demonstrasi yang berujung kerusuhan belakangan ini, barangkali, hanya kebetulan suatu momentum berbarengan dengan stagnan internal
Artinya, menurut Wenas, “Ada ketidakpuasan awalnya tanpa berpikir terlalu jauh bahwa ternyata dampaknya sampai seperti ini dari internal.” Akan tetapi , ia menekankan, ini tidak ada kaitannya dengan kinerja buruk Kapolri.
BACA JUGA:
Cipayung Plus Kota Bandung Desak Presiden Copot Kapolri dan DPR Sahkan RUU Perampasan Aset
Viral! Perintah Kapolri Hadapi Massa dengan Peluru Karet di Mako Brimob Hingga Siap Tanggung Risiko
“Jangan dikaitkan dengan kerusuhan karena kan kalau dikaitkan seolah-olah karena kerusahan ini kapolrinya brengsek maka harus dipecat. Enggak begitu. Sial aja ada kerusuhan gitu,” tegas Wenas.
Ia menilai, pergantian Kapolri adalah kebutuhan objektif dan organisasional untuk mengurai kemacetan promosi di level perwira tinggi dan membuka ruang bagi generasi penerus di tubuh Polri. Demikian pun, kata Wenas, ikut disoroti Kompolnas, yang melihat adanya stagnasi.
(Saepul)