BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Bahasa selalu berkembang seiring perubahan zaman, termasuk bahasa sehari-hari yang digunakan oleh generasi muda. Saat ini, Gen Alpha mulai memperkenalkan berbagai kosakata baru seperti mewing, rizz, sigma, dan skibidi dalam percakapan mereka.
Melalui wawancara dengan Guru Besar Etnolinguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Dra. Ni Wayan Sartini, M.Hum, beliau menguraikan proses terbentuknya kosakata unik ini.
Pengaruh Media Sosial dan Teknologi Digital
Menurut Prof. Wayan, media sosial dan teknologi memberikan pengaruh besar terhadap munculnya kosakata baru di kalangan Gen Alpha.
Kehidupan yang dikelilingi teknologi digital membuat generasi ini terbiasa menggunakan istilah-istilah unik dalam komunikasi sehari-hari.
“Di era digital ini, banyak model bahasa baru bermunculan. Salah satunya bahasa Gen Alpha. Sebenarnya, cikal bakal tersebut adalah dari bahasa gaul kemudian berkembang sampai kepada Gen-Z dan Gen Alpha,” jelas Prof. Wayan, melansir laman resmi Unair, Minggu (8/12/2024).
Ia menambahkan dinamika masyarakat modern juga menjadi pemicu perubahan pola komunikasi.
“Gen Alpha terhubung erat melalui berbagai platform digital. Dalam proses mencari jati diri, mereka menciptakan cara berkomunikasi khas menggunakan kosakata baru, emoji, dan emotikon. Hal ini mempermudah sekaligus mempercepat komunikasi mereka,” ujarnya.
Istilah seperti mewing, yang merujuk pada teknik memperbaiki struktur wajah, dan rizz, singkatan dari karisma, menurut Prof. Wayan adalah contoh nyata dari kreativitas bahasa yang dihasilkan oleh Gen Alpha. Ia melihat fenomena ini sebagai bentuk inovasi linguistik yang lahir dari komunitas mereka.
Bahasa yang Bersifat Sementara
Meski inovatif, Prof. Wayan menjelaskan bahwa bahasa Gen Alpha memiliki sifat sementara.
“Tidak masalah jika Gen Alpha menggunakan bahasa ini sesuai usianya. Namun, seperti bahasa gaul sebelumnya, istilah-istilah ini kemungkinan akan hilang seiring bertambahnya usia mereka dan perubahan konteks kehidupan,” katanya.
Beliau juga menekankan bahwa bahasa dan budaya selalu berjalan seiring dengan konteks zaman. Bahasa Gen Alpha, menurutnya, adalah bagian dari identitas sosial generasi tersebut.
Selama penggunaannya terbatas pada ranah informal, bahasa ini tidak membawa dampak negatif terhadap budaya atau bahasa Indonesia.
Pentingnya Menyesuaikan Konteks Penggunaan
Sebagai penutup, Prof. Wayan mengingatkan pentingnya menyesuaikan penggunaan bahasa dengan situasi dan lawan bicara.
“Bahasa ini tidak akan merusak bahasa Indonesia selama digunakan dalam komunikasi informal. Namun, kita harus memastikan bahwa istilah-istilah tersebut tidak merembes ke ranah formal,” tegasnya.
BACA JUGA: Gen Alpha Berakhir, Saatnya Generasi Beta 2025 Lahir!
Fenomena kosakata baru yang diciptakan Gen Alpha tidak hanya memperkaya cara komunikasi, tetapi juga menjadi identitas khas generasi tersebut. Meski demikian, penting bagi pengguna bahasa untuk tetap memperhatikan konteks formal dan informal demi menjaga kelestarian bahasa Indonesia
(Virdiya/Budis)